daun

Kamis, 12 Mei 2016

Cara mengaktifkan kartu smartfren

Cara mengaktifkan kartu smartfren 4g lte yaitu :
1. Aktifkan pengaturan jaringan seluler ke LTE
2. Hidupkan dan matikan mode penerbangan dan tunggu hingga jaringan 4g muncul
3. Masukkan APN smartfren 4g dengan cara :
     a. Masuk ke pengaturan. pilih opsi *jaringan seluler*. Kemudian pilih * akses poin nama*
     b. Buat APN baru dengan nama *smartfren4g*
     c. Masukkan username dan password *smartfren*
     d. Kemudian pilih *Save*
     e. Hidupkan dan matikan mode penerbangan
4. Aktifkan kartu 4g dengan mengunjungi website www.my.smartfren.com
5. Kemudian pilih daftar
6. Isi kolom yang dibutuhkan dan daftar
7. Akan muncul pemberitahuan nomor anda belum diaktifkan maka pilih ok atau aktifkan
8. Isi biodata yang diperlukan
9. Pada kolom kode outlet isi seperti contoh yang ada pada bawah kolom
10. Pada kolom PUK isi sesuai nomor PUK yang ada pada kartu anda
11. Isi kolom yang lain sampai lengkap kemudian lanjutkan
12. Maka akan ada pemberitahuan nomor anda telah diaktifkan
13. Setelah itu buka email yang anda daftarkan tadi dan buka pesan maka akan ada pemberitahuan dari smartfren untuk memvalidasi account anda dan lanjutkan sepert petunjuk
14. Maka selamat kartu smartfren anda telah aktif

Itulah cara mengaktifkan kartu smartfren yang dapat sya bagikan.. semoga bermanfaat bagi anda yang membacanya... ☺

Sabtu, 15 November 2014

Kondisi NKRI sebelum reformasi

Kondisi Ekonomi dan Politik Sebelum Reformasi

Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan. Perubahan yang mendasar atas paradigma baru atau kerangka berpikir baru yang dijiwai oleh suatu pandangan keterbukaan dan transparansi merupakan tuntutan dalam era reformasi. Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan. Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, hukum dan krisis kepercayan, maka seluruh rakyat mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya pergantian pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yang lebih baik.

Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997

Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadilah ganjalan dalam kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya peristiwa 27 Juli 1996, yaitu adanya kerusuhan dan perusakan gedung DPP PDI yang membawa korban jiwa dan harta. Tekanan pemerintah Orba terhadap oposisi sangat besar dengan adanya tiga kekuatan politik yakni PPP, GOLKAR, PDI, dan dilarang mendirikan partai politik lain. Hal ini berkaitan dengan diberlakukan paket UU Politik, yaitu:

UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu,
UU No. 2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPRD yang kemudian disempurnakan menjadi UU No 5 Tahun 1995,
UU No. 3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya,
UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus berlangsung dalam masyarakat sepanjang tahun 1996, kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat Desember 1996, kemudian di berbagai daerah di Indonesia. Pemilu 1997, dengan hasil Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden tidak dapat dipisahkan dengan komposisi anggota DPR/MPR yang mengandung nepotisme yang tinggi bahkan hampir semua putra-putrinya tampil dalam lembaga negara ini. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI dan kemudian membentuk Kabinet Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan golongan intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini. Di samping hal tersebut di atas sejak 1997 Indonesia terkena imbas krisis moneter di Asia Tenggara. Sistem ekonomi Indonesia yang lemah tidak mampu mengatasi krisis, bahkan kurs rupiah pada 1 Agustus 1997 dari Rp2.575; menjadi Rp5.000; per dolar Amerika. Ketika nilai tukar makin memburuk, krisis lain menyusul yakni pada akhir tahun 1997 pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas mengawasi 40 bank bermasalah. Kepercayaan dunia terhadapkepemimpinan Soeharto makin menurun. Pada April 1998, 7 bank dibekukan operasinya dan nilai rupiah terus melemah sampai Rp10.000 perdolar. Hal ini menyebabkan terjadinya aksi mahasiswa di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Keadaan makin kacau ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan. Tanggal 4 Mei 1998 aksi anti Soeharto makin meluas, bahkan pada tanggal 12 Mei 1998 aksi mahasiswa Trisakti berubah menjadi bentrokan fisik yang membawa 4 kurban meninggal yakni Elang Mulia, Hari Hartanto, Hendriawan, dan Hafiadin Royan.

Senin, 10 November 2014

SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL

Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.

Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:

Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.

Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.

SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER

sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.

Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.

Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.

Kamis, 30 Oktober 2014

PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN INDONESIA

A. SIDANG PPKI TANGGAL 18 AGUSTUS 1945

Suasana sidang PPKI setelah dibacakan Proklamasi Kemerdekaan RI di gedung Cuo Sangi-In, Jalan Pejambon, Jakarta.
Setelah proklamasi, kesibukan para pemimpn nasional adalah mengatur tatanan kenegaraan. Untuk itu, pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan rapat pertama setelah proklamasi. Sebelum sidang dimulai, Soekarno-Hatta berencana untuk menambah 6 anggota baru PPKI yang sebagian dari golongan muda, yaitu Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana. Akan tetapi, golongan muda itu kurang berkenan. Mereka masih menganggap PPKI adalah suatu badan yang dibentuk oleh Jepang dan bekerja hanya untuk Jepang. Oleh karena itu, Ir. Soekarno hanya mengumumkan 6 anggota baru, yaitu Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Mr. Iwa Kusumasumantri, dan Mr. Achmad Subardjo.
I. Pembahasan dan Pengesahan Undang-Undang Dasar
Rapat PPKI pertama dilakukan di Gedung Cuo Sangi-In, Jalan Pejambon. Sebelum rapat dimulai, Soekarno-Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassa untuk membahas kembali Piagam Jakarta, khususnya mengenai kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya-.” Hal tersebut disebabkan karena pemeluk agama lain di Indonesia merasa keberatan terhadap kalimat tersebut. Akhirnya, rapat yang dipimpin oleh Bung Hatta ini yang hanya cukup dalam waktu 15 menit saja berhasil mencapai suatu buah kesepakatan untuk melakukan suatu perubahan terhadap kalimat tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Rapat dilanjutkan dengan pembahasan pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang Dasar. Pembahasan itu mengenai menghasilkan perubahan-perubahan kecil pada pasal-pasal dalam batang tubuh. Selanjutnya, sidang menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar ’45, yang di dalamnya memuat Pancasila sebagai dasar negara.
Sedangkan perubahan-perubahan terhadap UUD itu sendiri adalah sebagai berikut.
1.) Perubahan pada Pembukaan UUD 1945
a. Kata “Mukadimah” diganti menjadi “Pembukaan”
b. Dalam Preambule (Piagam Jakarta), anak kalimat “Atas berkat Rahmat Allah”, diganti dengan kalimat “Atas Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa”. Namun, penggantian itu hingga sekarang dikembalikan lagi kepada bentuk semula, yaitu “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”
c. Alinea ke-4, pada kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2.) Perubahan terhadap Batang Tubuh
a. Pasal 4 (1) yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebelumnya kalimat tersebut tidak berbunyi demikian.
b. Pasal 4 (2), “…dua orang wakil presiden” diganti menjadi “seorang wakil presiden”.
c. Pasal 6 ayat 1, yang semula terdapat kalimat “beragama Islam” sekarang dihapuskan.
d. Pasal 6 ayat 2, perkataan “wakil-wakil presiden”, dihapus sehingga hanya “wakil presiden” saja.
e. Pasal 9, kata “Mengabdi” diganti menjadi “berbakti".
f. Pasal 23 ayat 2, ditambahkan kata-kata “hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
g. Pasal 25, sebelumnya berbunyi, “syarat untuk menjadi hakim ditetapkan oleh Undang-Undang”. Ditambahkan sehingga berbunyi, “syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai hakim ditetapkan oleh Undang-Undang”.
II. Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

Otto Iskandardinata, anggota Komite Nasional bertugas membantu Presiden selama MPR dan DPR belum terbentuk.
Acara pertama dalam rapat PPKI tersebut adalah pemilihan presiden. Otto Iskandardinata mengusulkan agar pemilihan presiden dilakukan secara aklamasi (yaitu kesepakatan yang dicapai secara spontan tanpa melalui proses pemungutan suara). Beliau mengajukan Ir. Soekarno sebagai perseden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Usul tersebut disetujui oleh hadirin yang dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
III. Pembentukan Komite Nasional
Rapat PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 juga berhasil memutuskan pembentukan sebuah Komite Nasional untuk membantu presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat belum terbentuk. Sebelum rapat PPKI ditutup, presiden meminta 9 orang anggota sebagai Panitia Kecil untuk membahas hal-hal yang meminta perhatian mendesak, seperti pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Otto Iskandardinata.


B. SIDANG PPKI TANGGAL 19 AGUSTUS 1945

I. Pembagian Wilayah Indonesia

Peta pembagian wilayah Indonesia atas 8 provinsi pada awal kemerdekaan.
Rapat dilanjutkan keesokan harinya, pada tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Gedung Cuo Sangi-In. Rapat itu membahas hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata dan menghasilkan keputusan berikut ini.
1.) Pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi beserta para calon gubernurnya sebagai berikut.
a. Jawa Barat                                       :  Sutarjo Kartohadikusumo.
b. Jawa Tengah                                               :  R.P. Suroso.
c. Jawa Timur                                      :  Suryo.
d. Borneo (Kalimantan)                                  :  Ir. Mohammad Noor.
e. Sulawesi                                          :  Dr. Sam Ratulangi.
f. Maluku                                            :  Mr. Latuharhary.
g. Sunda Kecil (Nusa Tenggara)         :  Mr. Ketut Pudja.
h. Sumatra                                           :  Mr. T. Mohammad Hassan.
Serta dua daerah istimewa, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
2.) Pembentukan Komite Nasional (Daerah).
II. Menetapkan Kementerian dalam Lingkungan Pemerintahan
Acara selanjutnya adalah laporan hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Mr. Ahmad Subardjo. Panitia itu mengusulkan dibentuknya 13 kementerian. Setelah dilakukan pembahasan, sidang memutuskan adanya 12 kementerian dan satu menteri negara. Kedua belas kementerian itu sebagai adalah berikut.
1. Departemen Dalam Negeri
2. Departemen Luar Negeri
3. Departemen Kehakiman
4. Departemen Keuangan
5. Departemen Kemakmuran
6. Departemen Kesehatan
7. Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
8. Departemen Sosial
9. Departemen Pertahanan
10. Departemen Perhubungan
11. Departemen Penerangan
12. Departemen Pekerjaan Umum
Rapat selanjutnya kembali membahas masalah-masalah kebangsaan. Rapat PPKI pada hari kedua itu berakhir pada pukul 14.55 WIB. Dalam perjalanan pulang, presiden dan wakil presiden hadir memenuhi undangan rapat golongan muda yang dilaksanakan di Jalan Prapatan 10. Dalam rapat tersebut, para pemuda meminta presiden dan wakil presiden melakukan perebutan kekuasaan terhadap Jepang yang diatur secara cepat dan serentak. Selanjutnya, Adam Malik membacakan pernyataan tentang lahirnya Tentara Republik Indonesia (TRI) yang berasal dari bekas anggota PETA dan Heiho. Bung Karno menyetujui usulan tersebut, akan tetapi pelaksanaannya belum dapat dilakukan saat itu. Rapat kemudian usai juga.
C. SIDANG PPKI TANGGAL 22 AGUSTUS 1945
Rapat PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 memiliki agenda utama membahas Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
I. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat
Inti dari anggota KNIP ialah anggota PPKI. Di samping itu, anggota KNIP juga berasal dari tokoh-tokoh golongan muda dan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai daerah sehingga jumlahnya mencapai 137 orang. Anggota KNIP secara resmi dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta. Sidang KNIP pertama kali ini berhasil memilih Kasman Singodimedjo (Ketua) dan Sutardjo (Wakil Ketua I), Latuharhary (Wakil Ketua II), dan Adam Malik (Wakil Ketua III). Adapun Komite Nasional Daerah saat itu gagal dibentuk karena situasi dan kondisi keamanan yang belum menentu dan membaik.
II. Pembentukan Partai Nasional Indonesia

PNI sebagai partai tunggal pada awal kemerdekaan. PNI dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) bertujuan menjadikannya sebagai partai tunggal di Indonesia yang baru merdeka. Tujuan PNI seperti yang juga disebutkan dalam risalah sidang PPKI adalah “Negara Republik Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat.” Susunan pengurus PNI di antaranya sebagai berikut.
Pemimpin Utama        : Ir. Soekarno
Pemimpin Kedua        : Drs. Moh. Hatta
Dewan Pemimpin        : Mr. Gatot Tarunamihardja, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. A.A. Maramis, Sayuti Melik, dan Mr. Sujono.
III. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Sehubungan dengan pembentukan tentara kebangsaan itu, beberapa hal yang diputuskan oleh PPKI adalah sebagai berikut.
1.) Rencana pembelaan negara oleh BPUPKI yang mengandung politik peperangan tidak diterima karena bangsa Indonesia menjalankan politik perdamaian.
2.) PETA di Jawa dan di Bali, serta lascar rakyat di Sumatera segera dibubarkan.
3.) Para anggota HEIHO dengan segera diberhentikan.
4.) Untuk kedaulatan negara Republik Indonesia merdeka, tentara kebangsaan Indonesia harus segera dibentuk oleh Presiden.
4.) Sebagai tindak lanjut dari keputusan tersebut, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai pengganti Badan Penolong Korban Perang (BPKP) yang dibentuk pada sidang PPKI tanggal 20 Agustus 1945.
D. PERUBAHAN OTORITAS KNIP DAN LEMBAGA KEPRESIDENAN
Kebanyakan negara-negara yang baru merdeka memilih bentuk pemerintahan demokrasi. Bentuk pemerintahan itu dianggap lebih baik daripada system kerajaan. Di Indonesia, sejak masa pergerakan nasional sudah mendambakan system pemerintahan yang demokratis. Salah cirinya adalah adanya Dewan Perwakilan Rakyat (Parlemen) yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat.  Bentuk dan pola pemerintahan yang dianut oleh para pemimpin Indonesia pada waktu itu adalah penerapan demokrasi yang ada di negeri Belanda yang berdasarkan multipartai, yaitu system pemerintahan parlementer. Hal itu disebabkan pada masa pergerakan nasional, banyak kaum cendekiawan Indonesia yang menuntut ilmu di negeri Belanda.
I. Kabinet Presidensial Pertama

Kabinet pertama RI yang terdiri dari Perdana Menteri, Presiden Soekarno dan dibantu oleh 17 menteri dan 4 pejabat tinggi.
Susunan kementerian pertama yang berhasil disusun sesuai dengan ketentuan UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 2 September 1945 dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam kabinet presidensial ini, presiden berperan sebagai pemimpin kabinet dan kabinet bertanggung jawab kepada presiden. Susunan kabinet pertama RI sebagai berikut.
Perdana Menteri                      :  Ir. Soekarno
Menteri Dalam Negeri            :  R.A.A Wiranatakusumah
Menteri Luar Negeri               :  Mr. Ahmad Subardjo
Menteri Kehakiman                :  Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Menteri Kemakmuran             :  Ir. D.P. Surakhman
Menteri Keuangan                  :  Mr. A.A. Maramis
Menteri Kesehatan                  :  Dr. R. Boentaran M.
Menteri Pengajaran                 :  Ki Hajar Dewantara
Menteri Sosial                         :  Mr. Iwa Kusumasumantri
Menteri Penerangan                :  Mr. Amir Syarifuddin
Menteri Perhubungan              :  R. Abikusno Cokrosuyoso
Menteri Keamanan Rakyat     :  Suprijadi
Menteri Pekerjaan Umum       :  R. Abikusno Cokrosuyoso
Menteri Negara                       :  K.H. Wachid Hasyim
Menteri Negara                       :  Dr. M. Amir
Menteri Negara                       :  Mr. R.M Sartono
Menteri Negara                       :  R. Otto Iskandardinata
Menteri Negara                       :  Mr. A.A. Maramis
Di samping itu juga diangkat sejumlah pejabat tinggi negara, yaitu sebagai berikut.
Ketua Mahkamah Agung        :  Dr. Mr. Kusumaatmadja
Jaksa Agung                            :  Mr. Gatot Tarunamihardja
Sekretaris Negara                    :  Mr. A.G. Pringgodigdo
Juru Bicara Negara                  :  Sukardjo Wirjopranoto
Karena pengaruh dari golongan kiri dalam KNIP, usia kabinet itu tidak berlangsung lama, yaitu sejak tanggal 2 September 1945 hingga 14 November 1945. Sejak tanggal 14 November 1945, system pemerintahan di Indonesia berubah menjadi system kabinet parlementer dengan perdana menteri pertamanya, Sultan Syahrir.
II. Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 16 Oktober 1945

Suasana dalam sidang KNIP. KNIP yang dipimpin oleh Sutan Syahrir berhasil menyusun kekuatan dan membentuk BP-KNIP.
Pada bulan Oktober 1945, kelompok kiri (Sosialis) dalam KNIP yang dipimpin Sultan Syahrir berhasil menyusun kekuatan dan mendorong dibentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP). Langkah berikut dari kelompok sosialis itu adalah mendorong terbentuknya kabinet Parlementer. Sebagai langkah awal pembentukan pemerintahan parlementer adalah mengubah fungsi KNIP dari hanya sekadar badan penasihat menjadi badan legislatif untuk selamanya. Untuk tujuan itu, mereka mengumpulkan dukungan sebanyak 50 buah tanda tangan dari 150 anggotanya.
Pada tanggal 7 Oktober 1945, petisi yang dihasilkan diserahkan kepada Presiden Ir. Soekarno. Adapun alasan yang diajukan BP-KNIP untuk memperkuat usulannya tersebut, adalah sebagai berikut.
a. Adanya kesan politik bahwa kekuasaan presiden yang terlalu besar sehingga dikhawatirkan akan menjadi pemerintahan yang bersifat dictator.
b. Adanya propaganda Belanda melalui NICA yang menyiarkan isu politik bahwa pemerintahan RI adalah pemerintahan yang bersifat Fasis, yang menganut sistem pemerintahan Jepang sebelum Perang Dunia II. Oleh karena itu, Belanda menganjurkan kepada dunia internasional agar tidak mengakui kedaulatan RI. Namun sebenarnya, ini adalah semacam politik Revanche Idea (Politik Balas Dendam) dari Belanda kepada Indonesia, karena kekecewaannya telah kehilangan tanah jajahannya, Hindia-Belanda.
c. Untuk menunjukkan kepada dunia Internasional, khususnya pihak Sekutu, bahwa Indonesia yang baru saja merdeka adalah demokrasi bukan negara Fasis buatan Jepang.
Dalam kondisi politik yang belum stabil, usul BP-KNIP tersebut dengan mudah diterima oleh pemerintah. Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. X 16 Oktobe 1945. Maklumat tersebut ditandatangani oleh Wakil Presiden Moh. Hatta dalam Kongres KNIP pada tanggal 16 Oktober 1945. Isi maklumat tersebut terdiri dari dua materi pokok berikut ini.
a. Sebelum terbentuknya MPR dan DPR, KNIP diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
b. Berhubung dengan gentingnya keadaan, pekerjaan KNIP sehari-hari dijalankan oleh suatu Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No. X tersebut, kekuasaam presiden, hanya dalam bidang eksekutif. Dengan demikian, kedudukan presiden seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. KNIP sebagai badan pembantu presiden dan sebagai lembaga pengganti MPR dan DPR sebelum terbentuk, dapat melaksanakan fungsi sebagai badan legislative.
III. Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945
Pada tanggal 30 Oktober 1945, BP-KNIP mengusulkan kepada pemerintah agar memberkan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik sebagai sarana penyaluran berbagai aspirasi dan paham yang berkembang di masyarakat. Selain itu, pembentukan partai politik juga merupakan persiapan bagi pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang direncanakan akan diselenggarakan pada bulan Januari 1946. Pemerintah menyetujui usul tersebut jika keberadaan partai-partai politik itu dapat memperkuat perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Persetujuan pemerintahan itu diwujudkan dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani oleh wakil presiden. Isinya antara lain menyatakan :
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.”
Sehubungan dengan hal itu, pada bulan November dan Desember 1945 para pemimpin rakyat sibuk membentuk partai-partai politik, seolah-olah negara sedang dalam keadaan aman. Padahal di beberapa tempat, seperti di Surabaya, pertempuran antara BKR dan pasukan Sekutu sedang bergelora.
Beberapa partai politik yang muncul setelah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 adalah sebagai berikut.
1. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) berdiri pada tanggal 7 November 1945, dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosanjoyo.
2. PKI (Partai Komunis Indonesia) berdiri pada tanggal 7 November 1945, dipimpin oleh Moh. Yusuf. Sebenarnya partai ini telah didirikan pada tanggal 21 Oktober 1945.
3. PBI (Partai Buruh Indonesia) berdiri pada tanggal 8 November 1945, dipimpin oleh Nyono.
4. PRJ (Partai Rakyat Jelata) berdiri pada tanggal 8 November 1945, dipimpin oleh Sutan Dewanis.
5. Parkindo (Partai Kristen Indonesia) berdiri pada tanggal 10 November 1945, dipimpin oleh Probowinoto.
6. Parsi (Partai Sosialis Indonesia) berdiri pada tanggal 10 November 1945, dipimpin oleh Amir Syarifuddin.
7. Paras (Partai Rakyat Sosialis) berdiri pada tanggal 20 November 1945, dipimpin oleh Sutan Syahrir. Parsi dan Paras kemudian bergabung menjadi Partai Sosialis yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin, dan Oei Hwee Goat, pada bulan Desember 1945.
8. PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia) berdiri pada tanggal 8 Desember 1945, dipimpin oleh I.J. Kasimo.
9. Permai (Persatuan Rakyat Marhaen) berdiri pada tanggal 17 Desember 1945, didirikan oleh J.B. Assa.
10. PNI (Partai Nasional Indonesia) berdiri pada tanggal 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik Joyosukarto. PNI didirikan sebagai gabungan dari PRI (Partai Rakyat Indonesia), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), dan Sarekat Rakyat Indonesia yang masing-masing telah berdiri pada bulan November dan Desember 1945.
IV. Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945
Sejak permulaan bulan Oktober 1945, beberapa tokoh seperti Supeno, Sukarni, Ir. Sakirman, dan Mangunsarkoro bersama anggota KNIP lainnya sudah berencana mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer sehingga kabinet bertanggung jawab langsung kepada KNIP sebagai pemegang kekuasaan legislative. Untuk itu, mereka merencanakan akan mengajukan mosi tidak percaya kepada kabinet yang ada dengan tujuan menjatuhkan kabinet tersebut. Kemudian, mereka akan menunjuk Sutan Syahrir menjadi perdana menteri dan formatur kabinet baru.
Pembentukan pemerintahan parlementer juga diharapkan dapat mengurangi peranan presiden yang dianggap terlalu besar. Selanjutnya, BP-KNIP secara resmi mengajukan usul kepada pemerintah mengenai pertanggungjawaban menteri-menteri kepada suatu “Perwakilan Rakyat” (KNIP). Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah menyetujui usulan BP-KNIP untuk mengubah bentuk kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Persetujuan pemerintah tersebut diumumkan melalui Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 yang berbunyi:
“Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggung jawab adalah di dalam tangan menteri.”
KNIP dalam sidang ketiga tanggal 25-27 November 1945 menyetujui pula adanya pertanggungjawaban menteri tersebut dengan kata-kata “… membenarkan kebijakan presiden perihal mendudukkan perdana menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai suatu langkah yang tidak dilarang oleh Undang-Undang Dasar dan perlu dalam keadaan sekarang.”
Sistem kabiner parlementer berlaku sejak tanggal 14 November 1945 hingga 27 Desember 1949. Selama masa berlakunya UUD 1945 tahap pertama, terdapat Sembilan kali pergantian kabinet, antara lain sebagai berikut.
1.) Kabinet Presidensial Pertama, 2 September 1945-14 November 1945.
2.) Kabinet Syahrir I, 14 November 1945-12 Maret 1946.
3.) Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946-20 Oktober 1946.
4.) Kabinet Syahrir III, 20 Oktober 1946-27 Juni 1947.
5.) Kabinet Amir Syarifuddin I, 3 Juli 1947-11 November 1947.
6.) Kabinet Amir Syarifuddin II, 11 November 1947-29 Januari 1948.
7.) Kabinet Hatta I (Presidensial), 29 Januari 1948-4 Agustus 1948.
8.) Kabinet Darurat (PDRI), 19 Desember 1948-13 Juli 1949.
9.) Kabinet Hatta II (Presidensial), 4 Agustus 1949-20 Agustus 1949.
E. PEMBENTUKAN KEKUATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN
I. Pembentukan BKR

Kasman Singodimedjo. Pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) Pusat.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno dalam pidato di radio menyatakan pembentukan tiga badan baru, yaitu sebagai berikut.
1. Komite Nasional (KNI),
2. Partai Nasional Indonesia (PNI), dan
3. Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR bertugas menjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI daerah. Sebagian golongan muda menyambut dengan kecewa pidato presiden tersebut karena mereka menghendaki agar pemerintah segera membentukan tentara nasional, bukan sekadar BKR. Akan tetapi, sebagian yang lain terutama mantan tentara PETA, KNIL, dan Heiho menanggapinya dengan segera membentuk BKR di daerahnya masing-masing dan memanfaatkannya sebagai wadah perjuangan.
Di Jakarta, bekas tentara PETA membentuk BKR Pusat dengan tujuan agar BKR daerah dapat dikoordinasikan secara terpusat. Tokoh yang terpilih sebagai pemimpin BKR Pusat itu ialah Kasman Singodimedjo, bekas Daidanco di Kota Jakarta. Setelah Kasman diangkat sebagai Ketua KNIP, kedudukannya sebagai Ketua BKR digantikan oleh Kaprawi (Ketua Umum), Sutalaksana (Ketua I), Latief Hendraningrat (Ketua II), dan dibantu oleh Arifin Abdurachman, Mahmud, dan Zulkifli Lubis. Mereka melakukan kontak dengan para bekas perwira KNIL di Jakarta, Bandung, dan pimpinan BKR di daerah-daerah, seperti Jawa Timur (Drg. Moetopo), Jawa Tengah (Soedirman), dan Jawa Barat (Arudji Kartawinata).
II. Pembentukan Tentara Nasional

Jenderal Oerip Soemohardjo, Kepala Staf Umum TKR.
Prosesi pelantikan Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR.
Jenderal Raden Said Soekanto Tjokroadiatmodjo, Kepala Kepolisian Negara untuk yang pertama kali.
Sebagian pemuda yang tidak puas dengan pembentukan BKR pada umumnya telah membentuk organisasi-organisasi perjuangan pada zaman Jepang. Organisasi-organisasi itu besar peranannya bagi tercetusnya proklamasi kemerdekaan. Setelah usulan mereka mengenai pembentukan tentara nasional “ditolak” oleh presiden dan wakil presiden, mereka menempuh jalan lain. Mereka membentuk badan-badan perjuangan sendiri yang kemudian menyatukan diri dalam sebuah Komite van Aksi yang bermarkas di Jalan Menteng 31. Organisasi ini antara lain dipimpin oleh Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, dan Maruto Nitimihardjo. Badan-badan perjuangan yang tergabung dalam Komite van Aksi, yaitu Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), dan Barisan Buruh Indonesia (BBI).
Kemudia, muncul pula badan-badan perjuangan lainnya di Jawa, seperti Barisan Banteng, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Hizbullah, Sabilillah, Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), dan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) .. yang itu namanya cukup ekstrimis sekali pemirsa di rumah sekalian, iyaa bukan?? Ada pula badan perjuangan yang bersifat khusus, seperti Tentara Pelajar (TP), Tentara Genie Pelajar (TGP), dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).
Pembentukan badan-badan perjuangan juga dilakukan di Sumatra, Sulawesi, dan pulau-pulau lainnya. Di Aceh dibentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dipimpin oleh Sjamaun Gaharu dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang kemudian berganti nama menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) dipimpin oleh A. Hasymi. Di Sumatera Utara dibentuk Pemuda Republik Andalas. Di Sumatera Barat dibentuk Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat. Di Sulawesi Selatan dibentuk Pusat Pemuda Indonesia (PPNI) dipimpin oleh Manai Sophian. Kelompok-kelompok yang tergabung di dalamnya adalah Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) dan Pemuda Merah Putih dan Penunjang Republik Indonesua (PRI).
Sementara itu, tentara Sekutu terus berupaya membebaskan dan mempersenjatai kembali pasukan-pasukan Belanda yang menjadi tawanan Jepang. Mereka kemudian melakukan serangkaian tindakan-tindakan yang menjadikan Pemerintah RI kemudian membentuk tentara nasional. Pemerintah memanggil pensiunan KNIL Mayor Oerip Soemohardjo dari Yogyakarta dan menugaskan untuk segera membentuk tentara nasional.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR, pemerintah menunjuk Soeprijadi dan Oerip Soemohardjo diangkat sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. Moh. Suljoadikusumo, bekas Daidanco PETA, diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat ad interim.
Dengan dasar Maklumat Pemerintah itu, Oerip Soemohardjo segera membentuk Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta. Selanjutnya di Pulau Jawa dibentuk 10 Divisi dan di Sumatra dibentuk 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan yang sangat cepat membutuhkan pemimpin yang berwibawa. Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin TKR ternyata tidak pernah menduduki posnya. Oleh karena itu, pada bulan November 1945 diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru. Dalam pemilihan tersebut, Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V/Banyumas yang pada saat itu sedang memimpin pertempuran di Ambarawa, terpilih sebagai pimpinan TKR yang baru. Tiga hari setelah Ambarawa dapat dikuasai kembali TKR, pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal.
Sejak terpilihnya Jenderal Soedirman sampai dengan bulan Januari 1946, TKR sudah mengalami dua kali perubahan nama. Pertama berubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, kemudian berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). TRI kemudian berkembang dengan mempunyai Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Sementara itu, badan-badan perjuangan yang sudah ada sebelumnya pada tanggal 10 November 1945 mengadakan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia di Yogyakarta. Kongres yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Sukarni itu dihadiri oleh 332 orang utusan dari 30 organisasi perjuangan pemuda di seluruh Indonesia. Setelah melalui suatu perdebatan yang sengit, kongres berhasil membentuk Badan Kongres Pemuda Indonesia (BKMI). Badan-badan perjuangan itu kemudian ditampung dalam wadah Biro Perjuangan di bawah menteri pertahanan.
Pada tanggal 5 Mei 1947 dikeluarkan Penetapan Presiden yang isinya “dalam waktu sesingkat-singkatnya membentuk badan-badan perjuangan itu dalam satu wadah yaitu TRI”. Selanjutnya, pemerintah membentuk suatu panitia untuk melaksanakan penyatuan itu yang dipimpin oleh presiden dengan dibantu oleh tiga orang wakil ketua, yaitu wakil presiden, menteri pertahanan, dan panglima. Anggota panitia itu terdiri dari Kepala Staf Umum TRI dan para pemimpin badan-badan perjuangan. Hasil kerja panitia itu adalah Penetapan Presiden tanggal 7 Juni 1947 yang menyatakan bahwa sejak tanggal 3 Juni 1947 pemerintah mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai satu-satunya wadah perjuangan bersenjata. TNI memiliki pimpinan kolektif yang terdiri dari bekas pimpinan TKR dan bekas pimpinan badan-badan perjuangan. Keduanya tetap di bawah satu pimpinan tertinggi, yaitu Panglima Jenderal Soedirman.
Alat keamanan lainnya adalah Kepolisian Negara. Pada mulanya, Kepolisian Negara berada di bawah Kementerian Dalam Negeri. Akan tetapi, pada tanggal 26 Juli 1946 dikeluarkan Penetapan Pemerintah No. 11/SD tahun 1946 yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara berdiri sendiri sebagai sebuah Jawatan Kepolisian Negara di bawah perdana menteri. Pada tanggal 29 September 1946, R. Soekanto Tjokroadiatmodjo diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara.

Pelopor berdirinya Kepolisian Negara adalah angkatan muda polisi yang sebagian besar bekas anggota polisi dan polisi istimewa pada zaman pendudukan Jepang, yaitu Keisatsutai dan  Tokubetsu Keisatsutai. Berbeda dengan PETA maupun Heiho, persenjataan mereka tidak dilucuti oleh Jepang. Hal itu disebabkan Jepang menganut sistem Barat yang menganggap polisi tidak ikut dalam perang, melainkan hanya sebagai pemelihara keamanan. Walaupun demikian, pada pemuda kepolisian itu mempergunakan senjatanya untuk turut serta dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan.

PENYEBARAN BERITA PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA

Pentingnya penyebaran berita kemerdekaan Indonesia telah disadari sejak teks proklamasi kemerdekaan selesai dirumuskan. Kalangan yang berperan dalam penyebarluasan berita itu antara lain  para pemuda dan pegawai kantor berita Domei.
◊     Kegiatan Para Pemuda
     Setelah selesai perumusan teksproklamasi, Soekarno berpesan kepada para pemuda untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya keber bagai tempat. Untuk menjalankan tugas itu, para pemuda membagi pekerjaan dalam kelompok-kelompok agar berita proklamasi bisa lebih cepat sampai pada masyarakat. Ada kelompok yang bertugas untuk menyebarluaskan berita proklamasi dalam bentuktulisan, adapula yang menyebarluaskannya dari mulut kemulut secara beranting.
      Beberapa hari kemudian ,kelompok pemuda di markas Menteng 31 terlibat pula berjuang dalam kegiatan penyebarluasan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Banyak pemuda berdatangan kemarkas itu untuk menyumbangkan tenaga demi kepentingan bangsa. Dengan tulus dan tiada kenal lelah ,mereka berusaha menyebarkan stensilan naskah proklamasi keseluruh penjuru kota dan daerah dengan menggunakan mobil, sepeda dan bahkan berjalan kaki. Meskipun stensilan naskah telah digandakan puluhan ribu, namun ternyata tidak cukup melayani permintaan naskah yang begitu banyak. Oleh karena itu, Supardjo yang bekerja di Balai Pustaka dimintai bantuan untuk mencetak puluhan ribu lagi.Demikian pula, B.M Diah diminta supaya menggunakan percetakan Asia Raya untuk mencetak ratusan ribu eksemplar naskah proklamasi tersebut.
     Salah satukelompok yang terkemuka adalah kelompok Sukarni, yang bermarkas di Jalan Bogor Lama (sekarangJalan Dr. Sahardjo).Dini hari tanggal 17 Agustus 1945 kelompok tersebut mengadakan rapat rahasia di Kepu (Kemayoran), kemudian pindah ke Defensielijn van den Bosch (sekarang Jalan Bungur Besar) untuk mengatur cara penyiaran proklamasi.
     Para pemuda memanfaatkan semua media komunikasi yang ada untuk menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Media komunikasi yang banyak digunakan adalah pamphlet dan surat kabar. Sejumlah pamphlet besar disebarkan keberbagai penjuru kota. Pamflet itu juga dipasang di tempat-tempat strategis yang mudah dilihat khalayak ramai. Pada tanggal 20 Agustus 1945, secara serempak surat kabar dan Suara Asia yang perta,a kali memuat berita kemerdekaan diseluruh Jawa memuat berita tentang proklamasi   kemerdekaan. Keampuhan cara itu terbukti dari berdatangannya masyarakat kelapangan Ikada untuk mendengarkan pembacaan proklamasi kemerdekaan, meskipun ternyata tidak dilakukan di tempat itu.

PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI

Proklamasi adalah pernyataan suatu bangsa untuk bebas dari penjajajahan. Bangsa Indonesia telah melewati peristiwa itu setelah pada tanggal 17 Agustus 1945 memproklasikan kemerdekaan. Sejak saat itu Indonesia berdaulat sebagai negara merdeka dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


A. KEKALAHAN JEPANG DAN KEKOSONGAN KEKUASAAN
Perang Dunia II terjadi setalah Jepang membombardir Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Hancurnya Pearl Harbour, ternyata memudahkan Jepang untuk mewujudkan citacitanya, yaitu membentuk  ersekemakmuran Asia Timur Raya. Daerah-daerah di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia berhasil diduduki oleh Jepang. Pembentukan Persekemakmuran Asia Timur Raya berhasil diwujudkan, meskipun hanya untuk sementara.

Serangan Jepang ke Indonesia (Hindia Belanda) pertama-tama terjadi 11 Januari 1942 dengan mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Balikpapan yang merupakan daerah yang kaya akan minyak bumi, jatuh ketangan Jepang 24 Januari 1942, disusul kemudian Pontianak 29 Januari 1942, Samarinda 3 Pebruari 1942, Banjarmasin 10 Pebruari 1942. Dalam perkembangannya, Jepang mulai mengalami kesulitan, terutama setelah Amerika Serikat menarik sebagian pasukannya dari Eropa. Pada bulan Mei 1942, serangan Jepang terhadap Australia dapat dihentikan karena tentara Jepang menderita kekalahan dalam pertempuran Laut Koral (Karang). Serangan Jepang terhadap Hawai juga dapat digagalkan oleh tentara Amerika Serikat dalam pertempuran di Midway pada bulan Juni 1942. Kekalahan Jepang terhadap Sekutu, dengan ditanda tanganinya perjanjian Post Dam, maka secara resmi Jepang menyerahkan kekuasaan pada Sekutu. Dengan demikian di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan. Kesempatan ini oleh bangsa Indonesia dimanfaatkan
untuk memproklamasikan kemerdekaan.


Gambaran yang menunjukkanperlucutan senjata ketikaJepang menyerah pada Sekutu(Sumber: Tugiyono, 1985).

Setelah kalian mengamati Gambar diatas dan menjawab beberapa pertanyaan di atas. Coba bandingkan pemahaman kalian dengan paparan di bawah ini. Tidak lama setelah serbuan bala tentara Jepang secara mendadak ke pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941, Amerika Serikat seakan-akan lumpuh. Dalam kenyataannya Jepang tidak dapat melumpuhkan Amerika Serikat, bahkan Amerika bangkit dan menjadi musuh yang paling berat bagi Jepang. Melihat fenomena ini muncul pertanyaan apakah serangan Jepang terhadap Pearl Harbour itu bukan langkah yang keliru (Lihat Onghokham, 1989: 163). Lebih-lebih setelah lima bulan Perang Asia Timur Raya berkorbar, Amerika Serikat telah dapat memukul balik Jepang. Dalam perang laut Karang (4 Mei 1942) dan disusul dengan perang di Guadacanal (6 Nopember 1942), Jepang secara berturut-turut menderita kekalahan. Kekalahan yang paling besar dialami Jepang dalam pertempuran laut di dekat Kepulauan Bismarck (1 Maret 1943).

Untuk mengakhiri peperangan ini, maka pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom yang pertama di atas kota Hirosyima. Tiga hari kemudian, tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan lagi di atas Nagasaki. Akibatnya bukan saja membawa kerugian material, karena hancurnya kedua kota tersebut dan banyaknya penduduk yang menemui ajalnya. Tetapi secara politis telah mempersulit kedudukan Kaisar Hirohito, karena harus dapat menghentikan peperangan secepatnya guna menghindari adanya korban yang lebih banyak lagi. Hal ini berarti bahwa Jepang harus secepatnya menyerah kepada Sekutu atau Serikat. Akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Menurut rencana, dengan mengambil tempat di atas geladak kapal perang Amerika Serikat “Missouri” yang berlabuh di teluk Tokyo ditandatangani kapitulasi penyerahan Jepang antara Jenderal Douglas Mc Arthur dengan Hirohito pada tanggal 2 September 1945. Sebagai tindak lanjut dari penyerahan itu, Sekutu mulai mengadakan perlucutan senjata, memulangkan tentara Jepang dan mengadili penjahat perang. Tugas di Indonesia dilaksanakan oleh tentara Inggris. Mengapa tentara Inggris dan bukan tentara Amerika Serikat? Hal ini memang dimungkinkan karena pada akhir tahun 1943 ditetapkan bahwa Pulau Sumatera masuk dalam South East Asia Command (SEAC), di bawah Admiral Inggris, Lord Louis Mountbatten yang pada waktu itu bermarkaskan di India. Wilayah kepulauan lain masuk dalam South West Fasific Command di bawah pimpinan Jenderal Amerika Serikat Douglas Mc Arthur, yang berkedudukan di Australia.

B. PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Karena terjadi kekalahan Jepang terhadap Sekutu dalam beberapa pertempuran seperti yang disebutkan diatas, maka Jepang mulai ngobral janji. Janji itu dikenal dengan janji kemereekaan. Bila bangsa Indonesia mau membantu Jepang dalam menghadapi Sekutu, maka kelak kemudian hari akan diberikan kemerdekaan. Untuk mengawalinya dibentuklah Badan yang bertugas menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan kemerdekaan yang dijanjikan. Pemerintah Jepang membentuk BPUPKI yang dlam perkembangannya berubah menjadi PPKI.

Tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat (unconditional surrender). Hal ini diumumkan oleh Tenno Heika melalui radio. Kejadian itu jelas mengakibatkan pemerintah Jepang tidak dapat meneruskan janji atau usahanya mengenai kemerdekaan Indonesia. Soal terus atau tidaknya usaha mengenai kemerdekaan Indonesia tergantung sepenuhnya kepada para pemimpin bangsa Indonesia. Sementara itu Sutan Sjahrir sebagai seorang yang mewakili pemuda merasa gelisah karena telah mendengar melalui radio bahwa Jepang telah kalah dan memutuskan untuk menyerah pada Sekutu. Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilaksanakan oleh Sukarno-Hatta tanpa harus menunggu janji Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Sukarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat dari Dalat (Saigon), maka ia segera datang ke rumah Hatta dan memintanya untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tanpa harus menunggu dari pemerintahan Jepang. Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sjahrir maka diajaknya ke rumah Sukarno. Namun Sukarno belum dapat menerima maksud Sjahrir dengan alasan bahwa Sukarno hanya bersedia melaksanakan proklamasi, jika telah diadakan pertemuan dengan anggota-anggota PPKI lain. Dengan demikian tidak menyimpang dari rencana sebelumnya yang telah disetujui oleh pemerintah Jepang. Selain itu Sukarno akan mencoba dulu untuk mengecek kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut.


C. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sikap Sukarno dan Hatta tersebut memang cukup beralasan karena jika proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka ini harus dipertahankan pada Sekutu yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara Jepang yang ingin menjaga status quo sebelum kedatangan Sekutu. Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) bertemu dengan para pemuda seperti: Sukarni, BM Diah, Sayuti Melik dan lain-lain. Kemudian dilaporkan apa yang baru terjadi di kediaman Bung Hatta dan Bung Karno. Mendengar berita itu kelompok muda menghendaki agar Sukarno-Hatta (golongan tua) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Menurut golongan muda, tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatifnya sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan. Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30. Hadir antara lain Chaerul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat itu dipimpin oleh Chaerul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri. Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan dengan Sukarno dan Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi. Setelah rapat dan mengadakan musyawarah, maka diambil keputusan untuk mendesak Sukarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya sehingga lepas dari Jepang. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temanya untuk menemui Sukarno adalah Wikana dan Darwis.

Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Sukarno jam 22.30 di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur, No 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Sukarno belum bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi perdebatan sengit antara Sukarno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan itu Wikana menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Sukarno pada keesokan harinya.

Peristiwa ini menunjukkan adanya ketegangan antara kelompok tua dengan kelompok muda yang memiliki sifat, karakter, cara bergerak, dan dunianya sendiri-sendiri. Perbedaan pendapat itu tidak hanya berhenti pada adu argumentasi, tetapi sudah mengarah pada tindakan pemaksaan dari golongan muda. Tentu saja semua itu demi kemerdekaan Indonesia.




Para pemuda itu kembali mengadakan pertemuan dan membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat sehubungan dengan penolakan Soekarno-Hatta. Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu harus dilaksankaan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan itu adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengklok, letaknya yang terpencil yakni 15 km ke arah jalan raya Jakarta-Cirebon. Menurut jalan pemikiran pemuda jika Soekarno-Hatta masih berada di Jakarta maka kedua tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk memproklamirkan kemerdekaan ini dilakukan. Pemilihan Rengasdengkolk sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta, maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah. Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang, juga agar keduanya mau segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Pada dasarnya Soekarno dan Hatta tidak mau ditekan oleh anak-anak muda itu, sehingga mereka tidak mau memproklamirkan kemerdekaan. Dalam suatu pembicaraan dengan Shodanco Singgih, Soekarno memang menyatakan kesediannya untuk mengadakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Melihat sikap Soekarno ini, maka para pemuda berdasarkan rapatnya yang terakhir pada pukul 00.30 waktu Jawa jaman Jepang (24.00 WIB) tanggal 16 Agustus 1945 terdapat
keputusan akan menghadakan penculikan terhadap Soekarno dan Hatta dalam rangka upaya pengamanan supaya tidak terpengaruh dari segala siasat Jepang. Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 (waktu Jepang) atau pukul 04.00 WIB penculikan (menurut golongan tua) dilaksanakan. Tidak diketahui secara jelas siapakah yang memulai peristiwa ini. Ada yang mengatakan Sukarni-lah yang membawa Soekarno-Hatta dini hari ke Rengasdengklok. Menurut Soekarno Sjahrir-lah yang menjadi pemimpin penculikan dirinya dengan Hoh. Hatta.

Di Rengasdengklok inilah Bung Karno didesak untuk memproklamirkan kemerdekaan. Menurut Diah gagasan ini semacam ilham. Di kota ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai tempat pemusatan kekuasaan bersenjata yang akan merebut Jakarta setelah proklamasi.Walaupun sudah diamankan ke Rengasdengklok, Soekarno-Hatta masih tetap dengan pendiriannya. Sikap teguh Soekarno-Hatta itu antara lain karena mereka belum percaya akan berita yang diberikan oleh pemuda serta berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta. Achmad Subardjo sibuk mencari informasi kebenaran tentang penyerahan Jepang kepada Sekutu yang tiba-tiba dikagetkan dengan hilangnya Soekarno-Hatta. Keberadaan Soekano-Hatta akhirnya diketahui dari Wikana, saat itu juga Achmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil menyakinkan para pemuda bahwa proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehingga pada tangal 16 Agustus 1945 malam hari Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta. Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua, yakni Achmad Soebardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta. Laksamana Muda Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan Soebardjo yang diikuti oleh sekretaris pribadinya mbah Diro (Sudiro) menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno. Semua ini dilakukan tidak lepas dari rasa prihatin sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil untuk menghusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda. Untuk itu maka Soekarno dan Hoh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta. Rombongan yang terdiri dari Achmad Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto segera berangkat menuju Rengasdengklok, tempat dimana Soekarno dan Moh.Hatta diamankan oleh pemuda. Rombongan tiba di Rengasdengklok pada jam 19.30 (waktu Tokyo) atau 18.00 (waktu Jawa Jepang) atau pukul 17.30 WIB dan bermaksud untuk menjemput dan segeramembawa Seoekarno-Hatta pulang ke Jakarta. Perlu ditambahkan juga, disamping Soekarno dan Hatta ikut serta pula Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra. Peranan Achmad Subardjo sangat penting dalam peristiwa ini, karena mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB. Ini dapat dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta. Achmad Subardjo adalah seorang yang dekat dengan golongan tua maupun muda,bahkan dia juga sebagai penghubung dengan pemuka angkatan laut Jepang Laksamana Madya Maeda. Dan melalui dia, Maeda menawarkan rumahnya sebagai tempat yang amandan terlindung untuk menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik yang sudah lama ditunggu-tunggu.

D. PENYUSUNAN TEKS PROKLAMASI
Bertitik tolak dari keadaan yang demikian, kedudukan Maeda baik secara resmi maupun pribadi menjadi sangat penting. Dan justru dalam saat-saat yang genting itu, Maeda telah menunjukkan kebesaran moralnya. Berdasarkan keyakinan bahwa kemerdekaan merupakan aspirasi alamiah dan yang tidak terhindarkan dukungannya kepada tujuan kebebasan Indonesia. Di tempat kediaman Maeda Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta teks prokamasi ditulis. Kalimat yang pertama yang berbunyi “Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan kami” kemudian berubah menjadi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” berasal dari Achmad Subardjo. Kalimat kedua oleh Soekarno yang berbunyi “Halhal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Kedua kalimat ini kemudian digabung dan disempurnakan oleh Moh. Hatta sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang kita miliki sekarang.Sekarang timbullah masalah siapakah yang akan menandatangani naskah proklamasi. Soekarno menyarankan agar semua yang hadir menandatangai naskah proklamasi itu selaku “Wakil-wakil Bangsa Indonesia”. Saran itu mendapat tantangan daripara pemuda. Kemudian Sukarni selaku salah seorang pimpinan pemuda mengusulkan, agar Soekarno-Hatta menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Usul ini diterima dengan suara bulat. Selanjutnya Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan tersebut. 


E. PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Sebelum teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan, terlebih dahulu Soekarno menyampaikan pidatonya, lengkapnya sebagai berikut:

Saudara-saudara sekalian !
Saja sudah minta saudara-saudara hadlir disini untuk menjaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun ! Gelombangnja aksi kita untuk mentjapai kemerdekaan kita itu ada naik dan ada turunnya, tetapi djiwa kita tetap menudju kearah tjita-tjita.

Djuga di dalam djaman Djepang, usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan nasional tidak henti-henti. Didalam djaman Djepang ini, tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menjusun tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada kekuatan sendiri.

Sekarang tibalah saatnja kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnja. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musjawarat dengan pemuka-pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara ! Dengan ini kami njatakan kebulatan tekad itu. Dengarlah proklamasi
kami:









Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah yaitu kata tempoh diganti menjadi tempo, sedangkan wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan Atas nama Bangsa Indonesia dan Djakarta 17-8-05 menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Teks Proklamasi ini akhirnya diproklamirkan pada hari Jumat Legi pada pukul 10.00 WIB di Jalan pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Dalam peristiwa proklamasi itu, disusunlah acara sebagai berikut:

  1. Pembacaan Proklamasi.
    Disampaikan oleh Soekarno, kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat berbunyi:

    Demikianlah, saudara-saudara !
    Kita sekarang telah merdeka!
    Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita bangsa kita!
    Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik
    Indonesia, medeka kekal dan abadi.
    Insya allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!
  2. Pengibaran bendera Merah Putih.
    Pengibaran dilaksanakan oleh Suhud dan Latief Hendradiningrat. Namun secara spontan peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya, sehingga sampai sekarang pengibaran bendera Merah Putih dalam setiap upacara bendera selalu diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
  3. Sambutan Wali Kota Suwirjo dan dr. Muwardi.
    Peristiwa besar tersebut hanya berlangsung lebih kurang satu jam lamanya. Namun demikian pengaruhnya besar sekali, sebab perstiwa tersebut telah membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu bukan hanya sebagai tanda bahwa sejak itu bangsa Indonesia telah merdeka, tetapi di sisi lain juga merupan detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan bagi tertib hukum nasional, suatu tertib hukum Indonesia. Proklamasi kemerdekaan itu merupakan salah satu sarana untuk merealisasikan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, serta untuk ikut membentuk “dunia baru” yang damai dan abadi, bebas dari segala penghisapan manusia oleh manusia dan bangsa oleh bangsa lain.
F. MAKNA PROKLAMASI
Menurut kalimat-kalimat yang terdapat di dalam teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berisi suatu pernyataan kemerdekaan yang memberi tahu kepada bangsa Indonesia sendiri dan kepada dunia luar, bahwa saat itu bangsa Indonesia telah merdeka, lepas dari penjajahan. Bangsa Indonesia benar-benar telah siap untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikannya itu, demikian juga siap untuk mempertahankan negara yang baru didirikan tersebut. Hal itu ditunjukkan oleh kalimat pertama pada naskah
proklamasi yang berbunyi: “Kami banga Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Apabila ditelaah, maka proklamasi kemerdekaan itu mengandung beberapa aspek:
  1. Dari sudut Ilmu Hukum, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah menghapuskan tata hukum kolonial untuk pada saat itu juga digantikan dengan tata hukum nasional (Indonesia). 
  2. Dari sudut politik-ideologis, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah berhasil melepaskan diri dari segala belenggu penjajahan dan sekaligus membangun perumahan baru, yaitu perumahan Negara Proklamasi Republik Indonesia yang bebas, merdeka dan berdaulat penuh.
  3. Proklamasi Kemerdekaan ialah suatu alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan yang meliputi bangsa, tanah air, pemerintahan dan kebahagiaan rakyat.
  4. Proklamasi sebagai dasar untuk meruntuhkan segala hal yang mendukung kolonialisme, imperialisme dan selain itu proklamasi adalah dasar untuk membangun segala hal yang berhubungan langsung dengan kemerdekaan nasional.
  5. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga dapat dipandang sebagai puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Perjuangan rakyat tersebut telah mengorbankan harta benda, darah dan jiwa yang berlangsung sudah sejak berabad-abad lamanya untuk membangun persatuan dan kesatuan serta merebut kemerdekaan bangsa dari tangan penjajah.
  6. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 bertujuan untuk kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Agar kita bahagia, antara lain harus ada kesamaan diantara kita semua meliputi berbagai bidang misalnya bidang ideologi, bidang politik, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang sastra kebudayaan, pendidikan dan lain-lain. Dengan berhasil diproklamirkannya kemerdekaan, maka bangsa dan negara Indonesia telah lahir sebagai bangsa dan negara yang merdeka, baik secara de fakto maupun secara de yure.

G. DUKUNGAN DAERAH TERHADAP PEMBENTUKAN NEGARA DAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA.

Proklamasi Kemerdekaan telah dibentuk negara Republik Indonesia. Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh PPKI dalam rangka untuk menyempurnakan Indonesia sebagai negara dengan pemerintahan yang sah yaitu: 
Pertama, pada tanggal 18 Agustus 1945
1). Mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
2). Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
3). Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai lembaga legislatifnya.

Kedua, tanggal 19 Agustus 1945
1). Pembagian wilayah Indonesia menjadi, terdiri atas 8 propinsi yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, dan Sumatra.
2). Pembentukan Komite Nasional Indonesia di daerah.
3). Membentuk 13 kementrian yaitu; Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Keuangan, Departemen Kemakmuran, Departemen Kesehatan, Departemen Pengajaran,Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Sosial, Departemen Pertahanan, Departemen Perhubungan, dan Departemen Pekerjaan Umum.

Ketiga, tanggal 22 Agustus 1945
1). Pembentukan Komite Nasional.
2). Pembentukan Partai nasional Indonesia,dan
3). Pembentukan Badan Keamanan Rakyat.

Kemerdekaan yang diproklamirkan tersebut ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari daerah-daerah. Respon penting yang perlu mendapat perhatian adalah dari Yogyakarta. Pada tanggal 5 September 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan Negeri Ngayogyokarto Hadidingrat yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negera Republik Indonesia. Penyambutan kemerdekaan terus terjadi, pada tanggal 19 September 1945 terjadi dua peristiwa penting di tanah air secara bersamaan. Di Surabaya terjadi peristiwa yang dikenal dengan nama Insiden Bendera di Hotel Oranye yaitu perobekan bendera tiga warna
(merah, putih, dan biru) milik Belanda menjadi dua warna (merah putih). Di Jakarta terjadi rapat raksasa di Lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan . Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, maka Presiden Soekarno berkata;
”Percayalah rakyat kepada pemerintah Republik Indonesia. Kalau memang saudara-saudara percaya kepada pemerintah Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan dirobek-robek, kami tetap akan mempertahankan. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin”.

Di Yogyakarta, perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pagi semua pegawai instansi pemerintahan dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi pemogokan. Mereka memaksa orang-orang Jepang agar menyerahkan kantormereka kepada orang Indonesia.