daun

Kamis, 30 Oktober 2014

PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN INDONESIA

A. SIDANG PPKI TANGGAL 18 AGUSTUS 1945

Suasana sidang PPKI setelah dibacakan Proklamasi Kemerdekaan RI di gedung Cuo Sangi-In, Jalan Pejambon, Jakarta.
Setelah proklamasi, kesibukan para pemimpn nasional adalah mengatur tatanan kenegaraan. Untuk itu, pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan rapat pertama setelah proklamasi. Sebelum sidang dimulai, Soekarno-Hatta berencana untuk menambah 6 anggota baru PPKI yang sebagian dari golongan muda, yaitu Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana. Akan tetapi, golongan muda itu kurang berkenan. Mereka masih menganggap PPKI adalah suatu badan yang dibentuk oleh Jepang dan bekerja hanya untuk Jepang. Oleh karena itu, Ir. Soekarno hanya mengumumkan 6 anggota baru, yaitu Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Mr. Iwa Kusumasumantri, dan Mr. Achmad Subardjo.
I. Pembahasan dan Pengesahan Undang-Undang Dasar
Rapat PPKI pertama dilakukan di Gedung Cuo Sangi-In, Jalan Pejambon. Sebelum rapat dimulai, Soekarno-Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassa untuk membahas kembali Piagam Jakarta, khususnya mengenai kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya-.” Hal tersebut disebabkan karena pemeluk agama lain di Indonesia merasa keberatan terhadap kalimat tersebut. Akhirnya, rapat yang dipimpin oleh Bung Hatta ini yang hanya cukup dalam waktu 15 menit saja berhasil mencapai suatu buah kesepakatan untuk melakukan suatu perubahan terhadap kalimat tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Rapat dilanjutkan dengan pembahasan pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang Dasar. Pembahasan itu mengenai menghasilkan perubahan-perubahan kecil pada pasal-pasal dalam batang tubuh. Selanjutnya, sidang menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar ’45, yang di dalamnya memuat Pancasila sebagai dasar negara.
Sedangkan perubahan-perubahan terhadap UUD itu sendiri adalah sebagai berikut.
1.) Perubahan pada Pembukaan UUD 1945
a. Kata “Mukadimah” diganti menjadi “Pembukaan”
b. Dalam Preambule (Piagam Jakarta), anak kalimat “Atas berkat Rahmat Allah”, diganti dengan kalimat “Atas Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa”. Namun, penggantian itu hingga sekarang dikembalikan lagi kepada bentuk semula, yaitu “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”
c. Alinea ke-4, pada kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2.) Perubahan terhadap Batang Tubuh
a. Pasal 4 (1) yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebelumnya kalimat tersebut tidak berbunyi demikian.
b. Pasal 4 (2), “…dua orang wakil presiden” diganti menjadi “seorang wakil presiden”.
c. Pasal 6 ayat 1, yang semula terdapat kalimat “beragama Islam” sekarang dihapuskan.
d. Pasal 6 ayat 2, perkataan “wakil-wakil presiden”, dihapus sehingga hanya “wakil presiden” saja.
e. Pasal 9, kata “Mengabdi” diganti menjadi “berbakti".
f. Pasal 23 ayat 2, ditambahkan kata-kata “hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
g. Pasal 25, sebelumnya berbunyi, “syarat untuk menjadi hakim ditetapkan oleh Undang-Undang”. Ditambahkan sehingga berbunyi, “syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai hakim ditetapkan oleh Undang-Undang”.
II. Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

Otto Iskandardinata, anggota Komite Nasional bertugas membantu Presiden selama MPR dan DPR belum terbentuk.
Acara pertama dalam rapat PPKI tersebut adalah pemilihan presiden. Otto Iskandardinata mengusulkan agar pemilihan presiden dilakukan secara aklamasi (yaitu kesepakatan yang dicapai secara spontan tanpa melalui proses pemungutan suara). Beliau mengajukan Ir. Soekarno sebagai perseden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Usul tersebut disetujui oleh hadirin yang dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
III. Pembentukan Komite Nasional
Rapat PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 juga berhasil memutuskan pembentukan sebuah Komite Nasional untuk membantu presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat belum terbentuk. Sebelum rapat PPKI ditutup, presiden meminta 9 orang anggota sebagai Panitia Kecil untuk membahas hal-hal yang meminta perhatian mendesak, seperti pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Otto Iskandardinata.


B. SIDANG PPKI TANGGAL 19 AGUSTUS 1945

I. Pembagian Wilayah Indonesia

Peta pembagian wilayah Indonesia atas 8 provinsi pada awal kemerdekaan.
Rapat dilanjutkan keesokan harinya, pada tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Gedung Cuo Sangi-In. Rapat itu membahas hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata dan menghasilkan keputusan berikut ini.
1.) Pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi beserta para calon gubernurnya sebagai berikut.
a. Jawa Barat                                       :  Sutarjo Kartohadikusumo.
b. Jawa Tengah                                               :  R.P. Suroso.
c. Jawa Timur                                      :  Suryo.
d. Borneo (Kalimantan)                                  :  Ir. Mohammad Noor.
e. Sulawesi                                          :  Dr. Sam Ratulangi.
f. Maluku                                            :  Mr. Latuharhary.
g. Sunda Kecil (Nusa Tenggara)         :  Mr. Ketut Pudja.
h. Sumatra                                           :  Mr. T. Mohammad Hassan.
Serta dua daerah istimewa, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
2.) Pembentukan Komite Nasional (Daerah).
II. Menetapkan Kementerian dalam Lingkungan Pemerintahan
Acara selanjutnya adalah laporan hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Mr. Ahmad Subardjo. Panitia itu mengusulkan dibentuknya 13 kementerian. Setelah dilakukan pembahasan, sidang memutuskan adanya 12 kementerian dan satu menteri negara. Kedua belas kementerian itu sebagai adalah berikut.
1. Departemen Dalam Negeri
2. Departemen Luar Negeri
3. Departemen Kehakiman
4. Departemen Keuangan
5. Departemen Kemakmuran
6. Departemen Kesehatan
7. Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
8. Departemen Sosial
9. Departemen Pertahanan
10. Departemen Perhubungan
11. Departemen Penerangan
12. Departemen Pekerjaan Umum
Rapat selanjutnya kembali membahas masalah-masalah kebangsaan. Rapat PPKI pada hari kedua itu berakhir pada pukul 14.55 WIB. Dalam perjalanan pulang, presiden dan wakil presiden hadir memenuhi undangan rapat golongan muda yang dilaksanakan di Jalan Prapatan 10. Dalam rapat tersebut, para pemuda meminta presiden dan wakil presiden melakukan perebutan kekuasaan terhadap Jepang yang diatur secara cepat dan serentak. Selanjutnya, Adam Malik membacakan pernyataan tentang lahirnya Tentara Republik Indonesia (TRI) yang berasal dari bekas anggota PETA dan Heiho. Bung Karno menyetujui usulan tersebut, akan tetapi pelaksanaannya belum dapat dilakukan saat itu. Rapat kemudian usai juga.
C. SIDANG PPKI TANGGAL 22 AGUSTUS 1945
Rapat PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 memiliki agenda utama membahas Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
I. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat
Inti dari anggota KNIP ialah anggota PPKI. Di samping itu, anggota KNIP juga berasal dari tokoh-tokoh golongan muda dan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai daerah sehingga jumlahnya mencapai 137 orang. Anggota KNIP secara resmi dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta. Sidang KNIP pertama kali ini berhasil memilih Kasman Singodimedjo (Ketua) dan Sutardjo (Wakil Ketua I), Latuharhary (Wakil Ketua II), dan Adam Malik (Wakil Ketua III). Adapun Komite Nasional Daerah saat itu gagal dibentuk karena situasi dan kondisi keamanan yang belum menentu dan membaik.
II. Pembentukan Partai Nasional Indonesia

PNI sebagai partai tunggal pada awal kemerdekaan. PNI dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) bertujuan menjadikannya sebagai partai tunggal di Indonesia yang baru merdeka. Tujuan PNI seperti yang juga disebutkan dalam risalah sidang PPKI adalah “Negara Republik Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat.” Susunan pengurus PNI di antaranya sebagai berikut.
Pemimpin Utama        : Ir. Soekarno
Pemimpin Kedua        : Drs. Moh. Hatta
Dewan Pemimpin        : Mr. Gatot Tarunamihardja, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. A.A. Maramis, Sayuti Melik, dan Mr. Sujono.
III. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Sehubungan dengan pembentukan tentara kebangsaan itu, beberapa hal yang diputuskan oleh PPKI adalah sebagai berikut.
1.) Rencana pembelaan negara oleh BPUPKI yang mengandung politik peperangan tidak diterima karena bangsa Indonesia menjalankan politik perdamaian.
2.) PETA di Jawa dan di Bali, serta lascar rakyat di Sumatera segera dibubarkan.
3.) Para anggota HEIHO dengan segera diberhentikan.
4.) Untuk kedaulatan negara Republik Indonesia merdeka, tentara kebangsaan Indonesia harus segera dibentuk oleh Presiden.
4.) Sebagai tindak lanjut dari keputusan tersebut, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai pengganti Badan Penolong Korban Perang (BPKP) yang dibentuk pada sidang PPKI tanggal 20 Agustus 1945.
D. PERUBAHAN OTORITAS KNIP DAN LEMBAGA KEPRESIDENAN
Kebanyakan negara-negara yang baru merdeka memilih bentuk pemerintahan demokrasi. Bentuk pemerintahan itu dianggap lebih baik daripada system kerajaan. Di Indonesia, sejak masa pergerakan nasional sudah mendambakan system pemerintahan yang demokratis. Salah cirinya adalah adanya Dewan Perwakilan Rakyat (Parlemen) yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat.  Bentuk dan pola pemerintahan yang dianut oleh para pemimpin Indonesia pada waktu itu adalah penerapan demokrasi yang ada di negeri Belanda yang berdasarkan multipartai, yaitu system pemerintahan parlementer. Hal itu disebabkan pada masa pergerakan nasional, banyak kaum cendekiawan Indonesia yang menuntut ilmu di negeri Belanda.
I. Kabinet Presidensial Pertama

Kabinet pertama RI yang terdiri dari Perdana Menteri, Presiden Soekarno dan dibantu oleh 17 menteri dan 4 pejabat tinggi.
Susunan kementerian pertama yang berhasil disusun sesuai dengan ketentuan UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 2 September 1945 dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam kabinet presidensial ini, presiden berperan sebagai pemimpin kabinet dan kabinet bertanggung jawab kepada presiden. Susunan kabinet pertama RI sebagai berikut.
Perdana Menteri                      :  Ir. Soekarno
Menteri Dalam Negeri            :  R.A.A Wiranatakusumah
Menteri Luar Negeri               :  Mr. Ahmad Subardjo
Menteri Kehakiman                :  Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Menteri Kemakmuran             :  Ir. D.P. Surakhman
Menteri Keuangan                  :  Mr. A.A. Maramis
Menteri Kesehatan                  :  Dr. R. Boentaran M.
Menteri Pengajaran                 :  Ki Hajar Dewantara
Menteri Sosial                         :  Mr. Iwa Kusumasumantri
Menteri Penerangan                :  Mr. Amir Syarifuddin
Menteri Perhubungan              :  R. Abikusno Cokrosuyoso
Menteri Keamanan Rakyat     :  Suprijadi
Menteri Pekerjaan Umum       :  R. Abikusno Cokrosuyoso
Menteri Negara                       :  K.H. Wachid Hasyim
Menteri Negara                       :  Dr. M. Amir
Menteri Negara                       :  Mr. R.M Sartono
Menteri Negara                       :  R. Otto Iskandardinata
Menteri Negara                       :  Mr. A.A. Maramis
Di samping itu juga diangkat sejumlah pejabat tinggi negara, yaitu sebagai berikut.
Ketua Mahkamah Agung        :  Dr. Mr. Kusumaatmadja
Jaksa Agung                            :  Mr. Gatot Tarunamihardja
Sekretaris Negara                    :  Mr. A.G. Pringgodigdo
Juru Bicara Negara                  :  Sukardjo Wirjopranoto
Karena pengaruh dari golongan kiri dalam KNIP, usia kabinet itu tidak berlangsung lama, yaitu sejak tanggal 2 September 1945 hingga 14 November 1945. Sejak tanggal 14 November 1945, system pemerintahan di Indonesia berubah menjadi system kabinet parlementer dengan perdana menteri pertamanya, Sultan Syahrir.
II. Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 16 Oktober 1945

Suasana dalam sidang KNIP. KNIP yang dipimpin oleh Sutan Syahrir berhasil menyusun kekuatan dan membentuk BP-KNIP.
Pada bulan Oktober 1945, kelompok kiri (Sosialis) dalam KNIP yang dipimpin Sultan Syahrir berhasil menyusun kekuatan dan mendorong dibentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP). Langkah berikut dari kelompok sosialis itu adalah mendorong terbentuknya kabinet Parlementer. Sebagai langkah awal pembentukan pemerintahan parlementer adalah mengubah fungsi KNIP dari hanya sekadar badan penasihat menjadi badan legislatif untuk selamanya. Untuk tujuan itu, mereka mengumpulkan dukungan sebanyak 50 buah tanda tangan dari 150 anggotanya.
Pada tanggal 7 Oktober 1945, petisi yang dihasilkan diserahkan kepada Presiden Ir. Soekarno. Adapun alasan yang diajukan BP-KNIP untuk memperkuat usulannya tersebut, adalah sebagai berikut.
a. Adanya kesan politik bahwa kekuasaan presiden yang terlalu besar sehingga dikhawatirkan akan menjadi pemerintahan yang bersifat dictator.
b. Adanya propaganda Belanda melalui NICA yang menyiarkan isu politik bahwa pemerintahan RI adalah pemerintahan yang bersifat Fasis, yang menganut sistem pemerintahan Jepang sebelum Perang Dunia II. Oleh karena itu, Belanda menganjurkan kepada dunia internasional agar tidak mengakui kedaulatan RI. Namun sebenarnya, ini adalah semacam politik Revanche Idea (Politik Balas Dendam) dari Belanda kepada Indonesia, karena kekecewaannya telah kehilangan tanah jajahannya, Hindia-Belanda.
c. Untuk menunjukkan kepada dunia Internasional, khususnya pihak Sekutu, bahwa Indonesia yang baru saja merdeka adalah demokrasi bukan negara Fasis buatan Jepang.
Dalam kondisi politik yang belum stabil, usul BP-KNIP tersebut dengan mudah diterima oleh pemerintah. Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. X 16 Oktobe 1945. Maklumat tersebut ditandatangani oleh Wakil Presiden Moh. Hatta dalam Kongres KNIP pada tanggal 16 Oktober 1945. Isi maklumat tersebut terdiri dari dua materi pokok berikut ini.
a. Sebelum terbentuknya MPR dan DPR, KNIP diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
b. Berhubung dengan gentingnya keadaan, pekerjaan KNIP sehari-hari dijalankan oleh suatu Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No. X tersebut, kekuasaam presiden, hanya dalam bidang eksekutif. Dengan demikian, kedudukan presiden seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. KNIP sebagai badan pembantu presiden dan sebagai lembaga pengganti MPR dan DPR sebelum terbentuk, dapat melaksanakan fungsi sebagai badan legislative.
III. Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945
Pada tanggal 30 Oktober 1945, BP-KNIP mengusulkan kepada pemerintah agar memberkan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik sebagai sarana penyaluran berbagai aspirasi dan paham yang berkembang di masyarakat. Selain itu, pembentukan partai politik juga merupakan persiapan bagi pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang direncanakan akan diselenggarakan pada bulan Januari 1946. Pemerintah menyetujui usul tersebut jika keberadaan partai-partai politik itu dapat memperkuat perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Persetujuan pemerintahan itu diwujudkan dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani oleh wakil presiden. Isinya antara lain menyatakan :
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.”
Sehubungan dengan hal itu, pada bulan November dan Desember 1945 para pemimpin rakyat sibuk membentuk partai-partai politik, seolah-olah negara sedang dalam keadaan aman. Padahal di beberapa tempat, seperti di Surabaya, pertempuran antara BKR dan pasukan Sekutu sedang bergelora.
Beberapa partai politik yang muncul setelah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 adalah sebagai berikut.
1. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) berdiri pada tanggal 7 November 1945, dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosanjoyo.
2. PKI (Partai Komunis Indonesia) berdiri pada tanggal 7 November 1945, dipimpin oleh Moh. Yusuf. Sebenarnya partai ini telah didirikan pada tanggal 21 Oktober 1945.
3. PBI (Partai Buruh Indonesia) berdiri pada tanggal 8 November 1945, dipimpin oleh Nyono.
4. PRJ (Partai Rakyat Jelata) berdiri pada tanggal 8 November 1945, dipimpin oleh Sutan Dewanis.
5. Parkindo (Partai Kristen Indonesia) berdiri pada tanggal 10 November 1945, dipimpin oleh Probowinoto.
6. Parsi (Partai Sosialis Indonesia) berdiri pada tanggal 10 November 1945, dipimpin oleh Amir Syarifuddin.
7. Paras (Partai Rakyat Sosialis) berdiri pada tanggal 20 November 1945, dipimpin oleh Sutan Syahrir. Parsi dan Paras kemudian bergabung menjadi Partai Sosialis yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin, dan Oei Hwee Goat, pada bulan Desember 1945.
8. PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia) berdiri pada tanggal 8 Desember 1945, dipimpin oleh I.J. Kasimo.
9. Permai (Persatuan Rakyat Marhaen) berdiri pada tanggal 17 Desember 1945, didirikan oleh J.B. Assa.
10. PNI (Partai Nasional Indonesia) berdiri pada tanggal 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik Joyosukarto. PNI didirikan sebagai gabungan dari PRI (Partai Rakyat Indonesia), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), dan Sarekat Rakyat Indonesia yang masing-masing telah berdiri pada bulan November dan Desember 1945.
IV. Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945
Sejak permulaan bulan Oktober 1945, beberapa tokoh seperti Supeno, Sukarni, Ir. Sakirman, dan Mangunsarkoro bersama anggota KNIP lainnya sudah berencana mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer sehingga kabinet bertanggung jawab langsung kepada KNIP sebagai pemegang kekuasaan legislative. Untuk itu, mereka merencanakan akan mengajukan mosi tidak percaya kepada kabinet yang ada dengan tujuan menjatuhkan kabinet tersebut. Kemudian, mereka akan menunjuk Sutan Syahrir menjadi perdana menteri dan formatur kabinet baru.
Pembentukan pemerintahan parlementer juga diharapkan dapat mengurangi peranan presiden yang dianggap terlalu besar. Selanjutnya, BP-KNIP secara resmi mengajukan usul kepada pemerintah mengenai pertanggungjawaban menteri-menteri kepada suatu “Perwakilan Rakyat” (KNIP). Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah menyetujui usulan BP-KNIP untuk mengubah bentuk kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Persetujuan pemerintah tersebut diumumkan melalui Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 yang berbunyi:
“Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggung jawab adalah di dalam tangan menteri.”
KNIP dalam sidang ketiga tanggal 25-27 November 1945 menyetujui pula adanya pertanggungjawaban menteri tersebut dengan kata-kata “… membenarkan kebijakan presiden perihal mendudukkan perdana menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai suatu langkah yang tidak dilarang oleh Undang-Undang Dasar dan perlu dalam keadaan sekarang.”
Sistem kabiner parlementer berlaku sejak tanggal 14 November 1945 hingga 27 Desember 1949. Selama masa berlakunya UUD 1945 tahap pertama, terdapat Sembilan kali pergantian kabinet, antara lain sebagai berikut.
1.) Kabinet Presidensial Pertama, 2 September 1945-14 November 1945.
2.) Kabinet Syahrir I, 14 November 1945-12 Maret 1946.
3.) Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946-20 Oktober 1946.
4.) Kabinet Syahrir III, 20 Oktober 1946-27 Juni 1947.
5.) Kabinet Amir Syarifuddin I, 3 Juli 1947-11 November 1947.
6.) Kabinet Amir Syarifuddin II, 11 November 1947-29 Januari 1948.
7.) Kabinet Hatta I (Presidensial), 29 Januari 1948-4 Agustus 1948.
8.) Kabinet Darurat (PDRI), 19 Desember 1948-13 Juli 1949.
9.) Kabinet Hatta II (Presidensial), 4 Agustus 1949-20 Agustus 1949.
E. PEMBENTUKAN KEKUATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN
I. Pembentukan BKR

Kasman Singodimedjo. Pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) Pusat.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno dalam pidato di radio menyatakan pembentukan tiga badan baru, yaitu sebagai berikut.
1. Komite Nasional (KNI),
2. Partai Nasional Indonesia (PNI), dan
3. Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR bertugas menjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI daerah. Sebagian golongan muda menyambut dengan kecewa pidato presiden tersebut karena mereka menghendaki agar pemerintah segera membentukan tentara nasional, bukan sekadar BKR. Akan tetapi, sebagian yang lain terutama mantan tentara PETA, KNIL, dan Heiho menanggapinya dengan segera membentuk BKR di daerahnya masing-masing dan memanfaatkannya sebagai wadah perjuangan.
Di Jakarta, bekas tentara PETA membentuk BKR Pusat dengan tujuan agar BKR daerah dapat dikoordinasikan secara terpusat. Tokoh yang terpilih sebagai pemimpin BKR Pusat itu ialah Kasman Singodimedjo, bekas Daidanco di Kota Jakarta. Setelah Kasman diangkat sebagai Ketua KNIP, kedudukannya sebagai Ketua BKR digantikan oleh Kaprawi (Ketua Umum), Sutalaksana (Ketua I), Latief Hendraningrat (Ketua II), dan dibantu oleh Arifin Abdurachman, Mahmud, dan Zulkifli Lubis. Mereka melakukan kontak dengan para bekas perwira KNIL di Jakarta, Bandung, dan pimpinan BKR di daerah-daerah, seperti Jawa Timur (Drg. Moetopo), Jawa Tengah (Soedirman), dan Jawa Barat (Arudji Kartawinata).
II. Pembentukan Tentara Nasional

Jenderal Oerip Soemohardjo, Kepala Staf Umum TKR.
Prosesi pelantikan Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR.
Jenderal Raden Said Soekanto Tjokroadiatmodjo, Kepala Kepolisian Negara untuk yang pertama kali.
Sebagian pemuda yang tidak puas dengan pembentukan BKR pada umumnya telah membentuk organisasi-organisasi perjuangan pada zaman Jepang. Organisasi-organisasi itu besar peranannya bagi tercetusnya proklamasi kemerdekaan. Setelah usulan mereka mengenai pembentukan tentara nasional “ditolak” oleh presiden dan wakil presiden, mereka menempuh jalan lain. Mereka membentuk badan-badan perjuangan sendiri yang kemudian menyatukan diri dalam sebuah Komite van Aksi yang bermarkas di Jalan Menteng 31. Organisasi ini antara lain dipimpin oleh Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, dan Maruto Nitimihardjo. Badan-badan perjuangan yang tergabung dalam Komite van Aksi, yaitu Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), dan Barisan Buruh Indonesia (BBI).
Kemudia, muncul pula badan-badan perjuangan lainnya di Jawa, seperti Barisan Banteng, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Hizbullah, Sabilillah, Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), dan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) .. yang itu namanya cukup ekstrimis sekali pemirsa di rumah sekalian, iyaa bukan?? Ada pula badan perjuangan yang bersifat khusus, seperti Tentara Pelajar (TP), Tentara Genie Pelajar (TGP), dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).
Pembentukan badan-badan perjuangan juga dilakukan di Sumatra, Sulawesi, dan pulau-pulau lainnya. Di Aceh dibentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dipimpin oleh Sjamaun Gaharu dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang kemudian berganti nama menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) dipimpin oleh A. Hasymi. Di Sumatera Utara dibentuk Pemuda Republik Andalas. Di Sumatera Barat dibentuk Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat. Di Sulawesi Selatan dibentuk Pusat Pemuda Indonesia (PPNI) dipimpin oleh Manai Sophian. Kelompok-kelompok yang tergabung di dalamnya adalah Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) dan Pemuda Merah Putih dan Penunjang Republik Indonesua (PRI).
Sementara itu, tentara Sekutu terus berupaya membebaskan dan mempersenjatai kembali pasukan-pasukan Belanda yang menjadi tawanan Jepang. Mereka kemudian melakukan serangkaian tindakan-tindakan yang menjadikan Pemerintah RI kemudian membentuk tentara nasional. Pemerintah memanggil pensiunan KNIL Mayor Oerip Soemohardjo dari Yogyakarta dan menugaskan untuk segera membentuk tentara nasional.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR, pemerintah menunjuk Soeprijadi dan Oerip Soemohardjo diangkat sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. Moh. Suljoadikusumo, bekas Daidanco PETA, diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat ad interim.
Dengan dasar Maklumat Pemerintah itu, Oerip Soemohardjo segera membentuk Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta. Selanjutnya di Pulau Jawa dibentuk 10 Divisi dan di Sumatra dibentuk 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan yang sangat cepat membutuhkan pemimpin yang berwibawa. Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin TKR ternyata tidak pernah menduduki posnya. Oleh karena itu, pada bulan November 1945 diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru. Dalam pemilihan tersebut, Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V/Banyumas yang pada saat itu sedang memimpin pertempuran di Ambarawa, terpilih sebagai pimpinan TKR yang baru. Tiga hari setelah Ambarawa dapat dikuasai kembali TKR, pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal.
Sejak terpilihnya Jenderal Soedirman sampai dengan bulan Januari 1946, TKR sudah mengalami dua kali perubahan nama. Pertama berubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, kemudian berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). TRI kemudian berkembang dengan mempunyai Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Sementara itu, badan-badan perjuangan yang sudah ada sebelumnya pada tanggal 10 November 1945 mengadakan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia di Yogyakarta. Kongres yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Sukarni itu dihadiri oleh 332 orang utusan dari 30 organisasi perjuangan pemuda di seluruh Indonesia. Setelah melalui suatu perdebatan yang sengit, kongres berhasil membentuk Badan Kongres Pemuda Indonesia (BKMI). Badan-badan perjuangan itu kemudian ditampung dalam wadah Biro Perjuangan di bawah menteri pertahanan.
Pada tanggal 5 Mei 1947 dikeluarkan Penetapan Presiden yang isinya “dalam waktu sesingkat-singkatnya membentuk badan-badan perjuangan itu dalam satu wadah yaitu TRI”. Selanjutnya, pemerintah membentuk suatu panitia untuk melaksanakan penyatuan itu yang dipimpin oleh presiden dengan dibantu oleh tiga orang wakil ketua, yaitu wakil presiden, menteri pertahanan, dan panglima. Anggota panitia itu terdiri dari Kepala Staf Umum TRI dan para pemimpin badan-badan perjuangan. Hasil kerja panitia itu adalah Penetapan Presiden tanggal 7 Juni 1947 yang menyatakan bahwa sejak tanggal 3 Juni 1947 pemerintah mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai satu-satunya wadah perjuangan bersenjata. TNI memiliki pimpinan kolektif yang terdiri dari bekas pimpinan TKR dan bekas pimpinan badan-badan perjuangan. Keduanya tetap di bawah satu pimpinan tertinggi, yaitu Panglima Jenderal Soedirman.
Alat keamanan lainnya adalah Kepolisian Negara. Pada mulanya, Kepolisian Negara berada di bawah Kementerian Dalam Negeri. Akan tetapi, pada tanggal 26 Juli 1946 dikeluarkan Penetapan Pemerintah No. 11/SD tahun 1946 yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara berdiri sendiri sebagai sebuah Jawatan Kepolisian Negara di bawah perdana menteri. Pada tanggal 29 September 1946, R. Soekanto Tjokroadiatmodjo diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara.

Pelopor berdirinya Kepolisian Negara adalah angkatan muda polisi yang sebagian besar bekas anggota polisi dan polisi istimewa pada zaman pendudukan Jepang, yaitu Keisatsutai dan  Tokubetsu Keisatsutai. Berbeda dengan PETA maupun Heiho, persenjataan mereka tidak dilucuti oleh Jepang. Hal itu disebabkan Jepang menganut sistem Barat yang menganggap polisi tidak ikut dalam perang, melainkan hanya sebagai pemelihara keamanan. Walaupun demikian, pada pemuda kepolisian itu mempergunakan senjatanya untuk turut serta dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar