A.
Pluralitas dalam ajaran Islam
1.
Pengertian
Kata pluralitas secara
generik mengandung makna kejamakan atau kemajemukan. Pluralitas merupakan salah
satu tema diskursus intelektual yang sangat intens diperbincangkan. Sebagian
pandangan menunjukkan pluralitas dipahami sebagai faktor yang dapat menimbulkan
konflik konflik sosial, baik dilatarbelakangi oleh pemahaman dan kepentingan
keagamaan serta supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu. Pandangan inilah
yang kemudian secara ekstrim menolah pluralitas-pluralisme dan menitik beratkan
pada keseragaman mutlak. Pandangan yang demikian dapat dilihat pada
totaliterisme Barat yang diwakili oleh Uni Soviet. Pandangan lainnya adalah,
pandangan yang menerima secara mutlak gagasan pluralitas-pluralisme.
Diskursus lain yang juga
memperoleh perhatian serius oleh para pemikir kekinian, sebagai perkembangan lebih
lanjut dari kajian pluralitas-pluralisme adalah pengkajian tentang
multikultural-multikulturalisme. Kajian multikultural ini tampaknya menarik,
disebabkan oleh munculnya pemikiran kritis sosial yang mencoba mempertanyakan
kembali nilai kemanusiaan dalam setiap praktek hidup keberagaman. Pertanyaan
kritis ini muncul sebagai kritik terhadap fenomena keberagaman di tengah
perubahan sosial ekonomi dan politik yang kemudian lebih banyak tidak
menguntungkan kelompok masyarakat kecil. Ini salah satu bentuk kritik Nietzschian
yang kemudian memunculkan tesis kematian Tuhan dan kemudian mendorong munculnya
gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin.
Konflik sosial-politik yang
tajam dan seringkali dibarengi dengan kekerasan ini, diakibatkan oleh sikap
arogansi manusia yang cenderung memandang diri lebih baik, lebih benar, lebih
berkuasa dan lebih berhakberkembang untuk menguasai bumi dibanding pihak lain.
Tegasnya, gejala sosial politik menjadi dasar pentingnya pengkajian
multikultural, untuk kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai jalan untuk
menjawab dan memberikan solusi dari konflik-konflik sosial-politik baik dalam
skala nasional maupun internasional.
2.
Implikasi Tauhid Terhadap Pluralitas Agama
Al-Qur’an berbicara tentang fenomena pluralitas agama-agama dan
multikultural. Al-Qur’an adalah kitab samawi yang diturunkan terakhir dan
diwahyukan kepada penutup para Nabi dan Rasul yaitu Muhammad SAW. Turunnya
al-Qur’an berfungsi sebagai mushaddiq
(pembenaran) bagi kitab-kitab terdahulu. Dengan demikian, kedatangan al-Qur’an
bukan sebagai pembatal kitab-kitab sebelumnya tetapi lebih sebagai pembenaran
tentang inti ajaran Tuhan yang diturunkan kepada para rasul dan nabi
sebelumnya. Disisi lain al-Qur’an juga berfungsi sebagai muhaimin (penguji) dan furqan (pengoreksi) atau penyimpangan yang
terjadi dari penganut kitab-kitab tersebut. Dari sini dapat ditegaskan bahwa
esensi dan subtansi ajaran al-Qur’an sama dengan ajaran kitab-kitab yang
diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya seperti Kitab Taurat, kitab Zabur,
ktab Injil, dan suhul-suhul.
Esensi ajarannya adalh tauhid. Para nabi dan rasul Allah akan diutus
kepada umat manusia, semuanya membawa ajaran tauhid, termasuk inti ajaran yang
dibawa oleh nabi Muhammad SAW seperti termuat dalam al-Qur’an. Itulah sebabnya
nabi Muhammad diperintahkan untuk beriman kepada Kitab yang telah diturunkan
oelh Allah sebelum al-Qur’an seperti
ditegaskan dalam QS. Asyuura, (42) 15 “Katakanlah (Muhammad) AKu beriman kepada
semua kitab yang telah diturunkan Allah.
Diawal kehhidupan nabi Muhammad SAW hingga akhir kehidupannya
berna-benar meyakini bahwa kitab-kitab suci terdahulu adalah berasa dari Allah
dan yang menyampaikannya adalah para Nabi dan rasul Allah. Penyikapan yang
demikian semakin kuat pada diri pada diri Nabi Muhammad setelah tampak bahwa
para pengikut kitab-kitab suci terdahulu ada yang beriman kepada al-Qur’an dan
kenabiannya, seperti Waraqa bin Naufal yang ia baca dalam kitab Injil.
Fenomena Waraqa ini merupakaan salah satu bukti bahwa kedatang Muhammad
sebagai nabi dan rasul yang membawa kitab al-QUr’an sudah menjadi harapan dan
keinginan sebagian orang yang telah memiliki kitab sebelumnya.Hal ini
ditegaskan di dalam Q.S. Asy-syu’ra (26) 192-197 “Sesungguhnya Al-qur’an ini
benar-berna diturunkan oelhh Tuhan Semestea alam menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab
dengan jelas. Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar tersebut dalam
kitab-kitab yang dahulu. Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka,
bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”
JIka ayat tersebut dihubungkan dengan kandungan ayat-ayat sebelumnya dan
sesudahnya dalam surah yang sama, maka dapat dijelaskan bahwa ketika al-QUr’an
dsampaikan kepada masyarakat Mekkah- sebagai kelompok yang pertama kali
bersentuhan dengan al-Qur’an, maka sebagian dari mereka meyakini kebenaran
al-Qur’an. Barhkan sikap kontra mereka sangat cepat datangnya. Fenomena yang
demikian itu tidak hanya dialami oleh nabi Muhammad SAW , tetapi setiap nabi
dan rasul yang diutus Allah.
Manusia
sebagai objek risalah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu menerima risalah
dan manusia yang kontra risalah. Keterangan mengenai hal ini dapat dilihat
dalam Q.S. 26 69-191.
Kandungan
ayat-ayat pada surah ke 26 tersebut berisi kisah nabi Ibrahim a.s, nabi Nuh
a.s, Nabi Hud a.s, Nabu Luth a.s, dan nabi Syuaib a.s, dengan kaum mereka
masing-masing. Sebagai kaum, para nabi tersebut menjadi kelompok pengikut
risalah rasul mereka masing-masing dan kebanyakan kaum tersebut menjadi
kelompok kontra risalah.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa setiap umat yang disampaikan padanya risalah
Tuhan melalui nabi dan rasul yang diutus kepada mereka, maka umat tersebut akan
terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok pengikut risalah dan
kelompok kontra risalah. Dalam konteks ini Q.S. Al-Baqarah (2) 213 menjelaskan
bahwa:
“Bahwa
awalnya manusia adalah umat yang satu. Lalu Allah mengutus para Nabi-Nya kepada
mereka sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan lewat kitab yang
berisi kebenaran. Dengan kitab itu pulalah diputuskan perkara-perkara yang
mereka perselisihkan. Namun umat tersebut berselisih tentang kitab yang
diturunkan kepada mereka, hanya karena keingkaran di antara mereka. Allah
memberi petunjuk kepada mereka yang beriman kepada kebenaran kitab yang
diturunkan kepada mereka,berupa jalan lurus dalam menyelesaikan perselisihan
yang terjadi diantara mereka.”
Disisi
lain dapat pula dikatakan bahwa keingkaran mereka terhadap kitab yang
diturunkan kepada mereka disebabkan karena kecintaan mereka terhadap dunia. Hal
ini dipahami dari perpautan ayat 213 dengan ayat 212 dalam surah yang sama.
Dimana ayat 212 menegaskan bahwa kehidupan dunia bagi kelompok sunggu sangat
indah dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman.
Oleh
karena itu dapat dipahami bahwa para nabi dan rasul yang diutus
berhadap-hadapan dengan pluralitas sosial budaya dan sosial politik dan
tentunya pluralitas agama. Jadi ketika para nabi dan rasul diutus kepada suatu
umat, umat tersebut tidaklah hampa budaya tetapi padanya hidup dan berkembang
pluralitas sosial budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian dari kelompok
umat tersebut ada yang tetap berusaha berpegang pada ajaran para nabi dan
rasulnya. Kelompok pertama inilah yang kemudian senantiasa berharap agar Allah
mengutus kembali seorang nabi dan rasul untuk memurnikan ajaran para nabi dan
rasul sebelumnya. Ketika Allah pun mengutus nabi dan atau pun rasul yang baru
(dan memang sebelum pengutusannya sering kali telah diinformasikan dalam kitab
sebelumnya), maka kelompok inilah yang kemudian beriman dan meyakini rasulv
tersebut dan kitabnya. Sedangkan kelompok kedua yakni kelompok kontra risalah,
yaitu ketika Allah mengutus nabi dan rasul baru pada mereka, mereka pun
bersikap kontra terhadap rasul dan kitab yang baru tersebut.
B.
Konsep Ukhuwah dalam Islam
1.
Ukhuwah Islamiyah
Kata
ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati dan empati antara dua
orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan yang
sama, baik suka maupun duka, baik senang maupun sedih. Jalinan perasaan itu
menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami
kesulitan dan sikap untuk saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila
salah satu pihak menemukan kesenangan Ukhuwah
atau persaudaraan berlaku sesama umat Islam, yang disebut Ukhuwah Islamiyah dan berlaku pula pada
semua umat manusia secara universal tanpa membedakan agama, suku, dan
aspek-aspek kekhususan lainnya, disebut Ukhuwah
Insaniyah.
Persaudaraan
sesama muslim, berarti saling menghargai realtivitas masing-masing sebagai
sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran sehingga tidak menjadi
penghalang untuk saling membantu atau menolong karena di antara mereka terikat
oleh satu keyakinan dan jalan hidup, yaitu Islam. Agama Islam memberikan
petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim itu dapat
terjalin agar terjalin dengan kokoh sebagaimana disebutkan dalam Q.S.
Al-Hujurat/49:10-12.
2. Ukhuwah
Insaniyah
Konsep
persaudaraan sesama manusia, ukhuwah insaniyah dilandasi oleh ajaran bahwa
semua umat manusia adalah makhluk Allah. Sekalipun Allah memberikan petunjuk
kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan kebebasan kepada
setiap manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan rasionya. Karena itu sejak
awal penciptaan, Allah tidak menetapkan manusia sebagai satu umat, padahal
Allah bisa bila mau. Itulah fitrah manusia (Q.S. Al-Maidah/5:48).
Prinsip
kebebasan itu menghalangi pemaksaan suatu agama oleh otoritas manusia manapun,
bahkan rasul pun dilarang melakukannya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S.
Surah Yunus/10:99 dan Q.S. Al-Baqarah/2:256.
Perbedaan
agama yang terjadi di anatara umat manusia merupakan konsekuensi dari kebebasan
yang diberikan oleh Allah, maka perbedaan agama itu tidak menjadi penghalang
bagi manusia untuk saling berinteraksi sosial dan saling membantu, sepanjang
masih dalam kawasan kemanusiaan.
C.. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosia
1. Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non-Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima
islam sebagai agamanya disebut kafir atau nonmuslim. Kata kafir berarti orang yang menolak, yang
tidak mau menerima atau menaati aturan Allah yang diwujudkan kepada manusia
melali ajaran Islam.
Ktika Rasulullah S.a.w muai menyampaikan ajaran islam
kepada masyarakat arab, sebagaian dari mereka ada yang menerima dan ada yang
menolak. Orang yang menolak disebut kafir. Mereka terdiri orang-orang musyrik
yag menyembah berhala disebut orang watsani, oang-orang ahi kitab baik Yahudi
maupun Nasrani. Diantara oang-orang kafir tersebt ada yang menganggu, menyakiti
dan memusuhi orang islam dan adapula hidup rukun bersama orang islam. Orang
kafir yang mengganggu disebut kafir harbi
dan orang kafir yang hidup rukun disebut kafir
dzimmi, mereka inilah yang mengadakan perjanjian atau menjadi tanggungan orang
islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya. Dalam konteks Negara islam,
mereka wajib membayar jizyah (Q.S Al-Taubah/9 29.
2 Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Umat
islam adalh umat yang terbaik yang diciptakan Allah dalam kehidupan ini (Q.S
Al-Imran/3 : 110). Kebaikan umat islam bukan sekedar simbolik karena telah
mengikrarkan keyakinan Allah s.w.t
sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad s.a.w sebagi Rasulullah., tetapi
karena identifikasi sebagai muslim memberikan konsekuensi untuk menunjukkan
komitmennya dalam beribadah kepada Allah. Dalam Al-Qur’an kedua komitmen itu
disebut “ hablun minallah wa hablun
minannaas “. Bentuk tanggung jawab social umat islam meliputi berbagai
aspek kehidupan, diantaranya adalah :





3.
Amar Ma’ruf dan Nahl Munkar
Amar
ma’ruf dan nahl munkar artinya memerintahkan orang lain untuk berbuat baik dan
mencegah perbuatan jahat. Sikap amar ma’ruf dan nahl munkar akan efektif
apabila orang yang melakukannya juga memberi contoh karena itu diperlukan
kesiapan secara sistematik dan melibatkan kelompok beserta dengan perencanaan,
pelaksanaan pengawasan secara baik berorganisasi (Q.S Ali-Imran/3:104)
Disamping
system dan sarana pendukung, amr ma’ruf dan nahl munkar juga memerlukan
kebijakan dalam bertindak. Karena itu Rasullullah memberikan tiga tingkatan,
yaitu menggunakan tangan atau kekuasaan apabila mampu menggunakan lisan dan
dalam hati apabila langkah pertama dan langkah kedua tidak memungkinkan.bentuk
amar ma’ruf dan nahl munkar yang tersistem diantaranya adalah mendirikan
masjid, menyelenggarakan pengajian, mendirikan lembaga pendidikan Islam,
mendirikan pesantren dan lain – lain.
Sebagai
agama yang universal dan komperehensif, islam mengandung ajaran yang integral
dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Islam tidak hanya mengajarkan
tentang akidah dan ibadah semata, tetap Islam juga mengandung ajaran di bidang
ipteks dan bidang – bidang kehidupan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar