Pengertian
Sifat-Sifat Terpuji (Akhlakul Mahmudah)
Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaq” yang
merupakan bentuk jamak dari “khuluq”, atau akhlak juga
berarti budi pekerti, tabia’at, watak.
Sedangkan
menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a. Menurut
Al-Ghazali, segala
sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan
dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.
b. Menurut
Abdul Karim Zaidan, nilai
dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat menilai perbuatan
baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan
tersebut.
2.2. Macam-Macam Akhlak Terpuji
Banyak sikap atau prbuatan yang trmasuk kategori sifat
terpuji, berikut ini kami uraikan beberapa di antaranya:
a.
Zuhud
Kata
zuhud, secara etimologi, berarti yang menunjukkan atas sedikitnya sesuatu. Kata
الزهيد, berarti sesuatu yang sedikit. Sedang kata مزهد, berarti sedikitnya
harta. Kata زهد juga dapat diartikan dengan berpaling dan meninggalkan atau
menyendiri, misalnya زهد في الدنيا, artinya تخلى عنها للعبادة, artinya
menyendiri dari dunia untuk beribadah. Sementara kata الزهد و الزهادة yang juga
akar kata zuhud, berarti meninggalkan untuk mengharap kepada dunia, atau
meninggalkan sesuatu karena suatu kehinaan baginya, kata الزاهد, berarti orang
yang berpaling dari dunia karena cinta kepada akhirat. الزهد juga dapat
diartikan sebagai tidak mengharap dan rakus terhadap dunia.
Secara
terminologi, Zuhud dapat diartikan dengan suatu keadaan meninggalkan dunia dan
hidup kebendaan. Atau zuhud adalah berpalingnya keinginan terhadap sesuatu
kepada sesuatu yang lebih baik darinya. Serta zuhud adalah tidak menyukai
sesuatu dan menyerahkannya kepada yang lain. Barang siapa yang meninggalkan
kelebihan dunia dan membencinya, lalu mencintai akhirat, maka dia adalah orang
zuhud di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa zuhud yang tertinggi adalah tidak
menyukai segala sesuatu selain Allah swt, bahkan terhadap akhirat.
Dari
pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan
sesuatu karena sesuatu itu dinilai sedikit atau kecil dan berpindah kepada
sesuatu yang besar. Sesuatu yang sedikit atau kecil adalah dunia dan sesuatu
yang besar adalah akhirat serta yang terbesar adalah Allah SWT.
b.
Tawaqal
1.
Penertian
Tawaqal.
Menurut bahasa, lafal tawakal berasal dari bahasa arab yg artinya
bersandar. Menurut istilah , tawakal ialah sikap berserah diri kepada Allah setelah
melakukan usaha secara maksimal. Seseorang yg berusaha secara maksimal untuk
mencapai suatu keinginan atau cita-cita ,setelah itu dia menerima dengan ikhlas
dan berserah diri kepada Allah atas hasil yg akan dia dapatkan, orang ini
disebut bertawakal.Orang yg bertawakal ,maka ia termasuk orang yg berakhlak mulia
Pengertian Tawakkal menurut para ahli dan ulama yaitu :
Ø Imam al-Ghazâli
Tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala
menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati
tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.
Ø Hamka
Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan atau perkara
ikhtiar dan usaha kepada Allah swt karena kita lemah dan tak berdaya.
Ø Hamzah Ya’qub
Tawakkal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam
melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatan-Nya dalam melaksanakan
suatu pekerjaan, berserah diri kepada-Nya pada waktu menghadapi kesukaran.
Ø Menurut Imam Ahmad bin Hambal
Tawakkal merupakan aktivitas hati, artinya tawakkal itu
merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh
lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakkal juga
bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi:2004.
Hal 337)
Ø Ibnu Qoyim
al-Jauzi
Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan)
hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah
terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa
dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala
‘kecukupan’ bagi diriny, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ;
faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha
keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat
wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)
Adapun menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah
menyerahkan diri kepada Allah swt setelah berusaha keras dan berikhtiar serta
bekerja sesuai dengan kemampuan dan mengikuti sunnah Allah yang Dia
tetapkan.Jadi dapat di simpulkan pengertian tawakkal adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha
keras, dan menunggu hasilnya.
2.
Ciri-ciri
Tawaqal
Ø Mujahadah ( semangat yang
kuat )
Sebagai seorang mukmin dan muslim dianjurkan untuk memiliki
akhlak yang baik. Salah satunya tawakkal. Guna terciptanya
sosialisasi yang tentram,tenang,dan damai.
Tawakkal bukan hanya sekedar merasakan segala perkara
kepada Allah, tetapi diawali dengan usaha-usaha ataupun jalan-jalannya yang
kuat. Setelah itu serahkan hasilnya kepada Allah SWT.
Diantara ciri orang yang bertawakkal ialah
memiliki semangat yang kuat. Mempunyai semangat yang kuat merupakan salah satu
akhlak orang mukmin yang dianjurkan oleh Islam.
Orang mukmin yang menempuh cara semacam ini adalah
orang yang lebih bagus dan lebih dicintai Allah Azza wa
Jalla daripada orang yang lemah semangatnya, tidak mau bekerja keras dan mengerjakan
atau mencari pekerjaan yang berfaedah. Sepantasnyalah setiap orang untuk
meningkatkan ilmu,budi pekerti, serta kemasyarakatan dan
perekonomiannya.
Ø Bersyukur
Ciri lain orang yang bertawakkal ialah ia senantiasa
bersyukur kepada Allah SWT. Apabila ia sukses ataupun berhasil dalam segala
urusan ataupun ia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan ia tak luput
untuk senantiasa bersyukur kepada Allah, karena ia menyadari dan
meyakini bahwa semua yang ia dapatkan itu adalah takdir Allah dan kehendak-Nya.
Dengan
bersyukur pula ia akan selalu merasa puas, senang dan bahagia. Seperti dalam firman Allah :
“
Bersyukurlah kepada-Ku niscaya akan aku tambah nikmatnya, tapi jika tidak
bersyukur sesungguhnya azabku teramat pedih “
Ø Bersabar
Ciri orang yang bertawakkal selanjutnya ialah selalu
bersabar. Sebagai orang mukmin yang bertawakkal kepada Allah ia akan bersabar,
baik dalam proses maupun dalam proses maupun dalam hasil. Karena dengan inilah
ia akan bahagia dan tenang atas apa yang di terimanya. Rosulullah.
dalam buku 1100 hadits terpilih (1991:274) karangan Dr. Muhammad
Faiz Almath , Rosulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut:
“
Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang
terkena ujian dan cobaan dia bersabar.” ( HR. Ahmad dan Abu dawud)
Ø Intropeksi Diri (Muhasabah)
Orang yang bertawakkal salah satu sikapnya ialah
intropeksi diri. Dimana ia akan intropeksi diri apabila ia kurang sukses daam
menjalankan sesuatu ia tidak membuat dirinya “drop”, melainnkan ia selalu
intropeksi pada diri, dapat dikatakan muhasabah. Senantiasa mengoreksi apa yang
telah dilakukannya. Setelah itu ia akan berusaha menghindari faktor penyebab
suatu kegagalan tersebut serta senantiasa memberikan yang terbaik pada dirinya.
3.
Keutamaan
Tawaqal
Adapun keutamaan bagi seorang muslim yang memiliki sifat bertawakal
diantaranya adalah sebagai berikut :
Ø Mendapatkan Cinta dari Allah SWT, Allah berfirman dalam
Al-Quran:
Artnya: “(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun,
sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu,
Karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan[240], supaya
kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap
apa yang menimpa kamu. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( QS. Ali-Imran
3:153)
Ø Tawakal dapat mencegah adzab Allah
SWT.
Ø Dicukupkan
rizkinya dan merasakan ketenangan, sesuai firman Allah SWT berikut :
Artinya:
“Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Ø Dikuatkan iman dan dijauhkan dari
setan.
Ø Jiwa,harta,anak,dan keluarga
senantiasa terjaga.
c.
Ikhlas
Ikhlas
merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok,
Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas
merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang
mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih. Fungsi Ikhlas
dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena
itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan tanpa
keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah
tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa.
Lafaz
ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari campuran dan
pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersihtanpa ada campuran, baik yang
bersifat materi maupun nonmateri. Adapun pengertian ikhlas menurut syara’
adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut: Mengesankan Allah
dalam berniat bafi yang melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Nya tanpa
mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al- Fairuzabi :” Ikhlas
karena Allah , artinya meninggalkan riya’ dan tidak pamer.
Orang
yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas
dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah, dan orang
tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar bizi
zarahpun.
Artinya: Katakanlah:
"Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az-Zumar: 14)
Dikisahkan
oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah SAW dan
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang
yang berperang dengan tujuan mencari pahala dan popularitas diri. Kelak, apa
yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia
tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya
sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak
menerima apa-apa!” Kemudian Beliau SAW bersabda,“Sesungguhnya Allah
tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang mengharapkan
ridha-Nya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
Keterangan
itu menjelaskan kepada kita agar meluruskan niat dalam beramal. Amal perbuatan
sangat tergantung pada niat. Niat yang baik akan mendapatkan pahala, walaupun
amalan itu sangat kecil. Tetapi niat yang buruk akan mendapatkan dosa walaupun
amalan itu sangat besar menurut syariat. Berjihad merupakan amalan yang sangat
besar dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar pula, baik harta maupun
tenaga, bahkan bisa mempertaruhkan nyawa. Pahalanya pun luar bisa. Mati syahid
merupakan mati yang paling mulia. Tetapi, jika niatnya buruk, umpamanya karena
niat ingin disebut sebagai pejuang yang hebat, maka hasil yang didapatkan
adalah kehinaan dan kesengsaraan di akherat nanti.
Demikian
pula ikhlas merupakan dasar dari amalan hati, sedangkan pekerjaan anggota tubuh
lainnya mengikut padanya dan menjadi pelengkap baginya. Ikhlas dapat
membesarkan amal yang kecil hingga menjadi seperti gunung.
d.
Jihad
Jihad di jalan Allah SWT adalah
mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir
dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimat-Nya.
Yang terpenting jihad
adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan
kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam
meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang
shohih :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَالْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Dari Ibnu Umar beliau
berkata: “Aku mendengar Rasulullaah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli
‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad
maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak
mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR.
Abu Daud)
Sedangkan Pengertian jihad menurut
para ulama seperti Ibnu Qadama Al Maqdisi, Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Aabideen: “Perjuangan
dengan segenap usaha hanya karena Alloh, dengan jiwa, didukung dengan harta,
perkataan, mengumpulkan bantuan para Mujahidin atau dengan cara yang lain untuk
membantu perjuangan” (seperti halnya melatih orang). Mereka mengambil dari
ayat, “...Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa
berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu…..” (QS. 9:41), sebagai
keterangan dari pengertian tersebut.
Di samping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan
memiliki hubungan dengan pertumpahan darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara
agung dalam Islam sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَرَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوابَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
“Sesungguhnya darah, kehormatan dan harta kalian
diharamkan atas kalian (saling menzholiminya) seperti kesucian hari ini, pada
bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb kalian.
Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan ?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka beliau
pun bersabda, “Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan
kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari
yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur sepeninggalku,
sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.” (Muttafaqun
‘Alaih)
e.
Amanah
Kata amanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain.
Definisi amanah tersebut memberikan pengertian bahwa setiap amanah selalu
melibatkan 2 pihak yaitu si pemberi amanah dan si penerima amanah. Lebih
jelasnya, hubungan keduanya dapat dijelaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya manusia secara individu diberi amanah berupa
umur oleh Allah. Pertanyaannya adalah digunakan untuk apa umur tersebut? Apakah
umur itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti bekerja, melaksanakan
ibadah puasa, membaca Al Qur’an, dan yang lainnya. Bila kita sebagai individu
sudah melaksanakan amanah tersebut sesuai tuntunan-Nya, maka kita pantas
disebut orang yang dapat dipercaya alias bisa menjalankan amanah dari-Nya.
Sebaliknya bila kita salah menggunakan amanah tersebut misalnya
bermalas-malasan, tidak mau bekerja, hanya berdiam saja di rumah, maka kita
oleh Allah dianggap orang yang tidak dapat dipercaya alias tidak beramanah
seperti dalam firman ALLAH yang artinya
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.”
(QS. Al-Anfaal: 27)
Selain itu, contoh lainnya
dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam berorganisasi. Adakah amanah di
dalamnya? Tentu ada. Amanah apa yang dipikul seorang pemimpin atas anggota yang
dipimpinnya. Tidak lain adalah mengajak, membimbing, dan mengarahkan anggotanya
untuk berperilaku sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak
hanya sejahtera di dunia juga di akhirat. Oleh karena itu, menjadi pemimpin
umat beragama tidaklah mudah karena setiap kata dan tindakannya akan dimintai
pertanggungjawaban baik di dunia apalagi di akhirat kelak. Seperti lazimnya
dilakukan oleh organisasi, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk Laporan
Pertanggung Jawaban (LPJ). LPJ itu lah yang merupakan wujud amanah yang diemban
oleh sang pemimpin dan jajarannya. Jadi, amanah tidaknya seseorang pemimpin
bukan dilihat dari penampilan fisik, materi atau keturunan, tetapi lebih
ditentukan oleh kinerja. Misalnya bagaimana sang pemimpin mampu memobilisasi
(menggerakkan) anggota serta mengorganisir sedemikian rupa sehingga mampu
memberdayakan potensi anggota untuk kemaslahatan bersama sehingga yang menjadi
tujuan utama adalah untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa amanah bisa diperlihatkan dalam berbagai aspek kehidupan
sehari-hari seperti kehidupan individu, keluarga, masyarakat, hingga negara.
Dan setiap amanah yang diemban oleh individu akan dimintai pertanggungjawaban
baik di dunia maupun di akhirat. Jika tidak melaksanakan amanah dengan baik
maka ia tidak memiliki iman yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar