Dalam biologi, sel adalah kumpulan materi
paling sederhana yang dapat hidup dan
merupakan unit penyusun semua
makhluk hidup.[1][2] Sel mampu
melakukan semua aktivitas kehidupan
dan sebagian besar reaksi kimia untuk
mempertahankan kehidupan berlangsung
di dalam sel.[3][4] Kebanyakan makhluk
hidup tersusun atas sel tunggal,[5] atau
disebut organisme uniseluler, misalnya
bakteri dan ameba. Makhluk hidup
lainnya, termasuk tumbuhan, hewan, dan
manusia, merupakan organisme
multiseluler yang terdiri dari banyak tipe
sel terspesialisasi dengan fungsinya
masing-masing.[1] Tubuh manusia,
misalnya, tersusun atas lebih dari 1013
sel.[5] Namun demikian, seluruh tubuh
semua organisme berasal dari hasil
pembelahan satu sel. Contohnya, tubuh
bakteri berasal dari pembelahan sel
bakteri induknya, sementara tubuh tikus
berasal dari pembelahan sel telur
induknya yang sudah dibuahi.
Sel-sel pada organisme multiseluler tidak
akan bertahan lama jika masing-masing
berdiri sendiri.[1] Sel yang sama
dikelompokkan menjadi jaringan, yang
membangun organ dan kemudian sistem
organ yang membentuk tubuh organisme
tersebut. Contohnya, sel otot jantung
membentuk jaringan otot jantung pada
organ jantung yang merupakan bagian
dari sistem organ peredaran darah pada
tubuh manusia. Sementara itu, sel sendiri
tersusun atas komponen-komponen yang
disebut organel.[6]
Sel terkecil yang dikenal manusia ialah
bakteri Mycoplasma dengan diameter
0,0001 sampai 0,001 mm,[7] sedangkan
salah satu sel tunggal yang bisa dilihat
dengan mata telanjang ialah telur ayam
yang belum dibuahi. Akan tetapi, sebagian
besar sel berdiameter antara 1 sampai
100 µm (0,001–0,1 mm) sehingga hanya
bisa dilihat dengan mikroskop.[8]
Penemuan dan kajian awal tentang sel
memperoleh kemajuan sejalan dengan
penemuan dan penyempurnaan
mikroskop pada abad ke-17. Robert
Hooke pertama kali mendeskripsikan dan
menamai sel pada tahun 1665 ketika ia
mengamati suatu irisan gabus (kulit
batang pohon ek) dengan mikroskop
yang memiliki perbesaran 30 kali.[4]
Namun demikian, teori sel sebagai unit
kehidupan baru dirumuskan hampir dua
abad setelah itu oleh Matthias Schleiden
dan Theodor Schwann. Selanjutnya, sel
dikaji dalam cabang biologi yang disebut
biologi sel.
Sejarah
Mikroskop rancangan Robert
Hooke menggunakan sumber
cahaya lampu minyak.[9]
Penemuan awal
Mikroskop majemuk dengan dua lensa
telah ditemukan pada akhir abad ke-16
dan selanjutnya dikembangkan di
Belanda, Italia, dan Inggris. Hingga
pertengahan abad ke-17 mikroskop
sudah memiliki kemampuan perbesaran
citra sampai 30 kali. Ilmuwan Inggris
Robert Hooke kemudian merancang
mikroskop majemuk yang memiliki
sumber cahaya sendiri sehingga lebih
mudah digunakan.[10] Ia mengamati
irisan-irisan tipis gabus melalui
mikroskop dan menjabarkan struktur
mikroskopik gabus sebagai "berpori-pori
seperti sarang lebah tetapi pori-porinya
tidak beraturan" dalam makalah yang
diterbitkan pada tahun 1665.[11] Hooke
menyebut pori-pori itu cells karena mirip
dengan sel (bilik kecil) di dalam biara atau
penjara.[10][12] Yang sebenarnya dilihat
oleh Hooke adalah dinding sel kosong
yang melingkupi sel-sel mati pada gabus
yang berasal dari kulit pohon ek.[13] Ia
juga mengamati bahwa di dalam
tumbuhan hijau terdapat sel yang berisi
cairan.[9]
Gambar struktur gabus yang
dilihat Robert Hooke melalui
mikroskopnya
Pada masa yang sama di Belanda, Antony
van Leeuwenhoek, seorang pedagang
kain, menciptakan mikroskopnya sendiri
yang berlensa satu dan menggunakannya
untuk mengamati berbagai hal.[10] Ia
berhasil melihat sel darah merah,
spermatozoid, khamir bersel tunggal,
protozoa, dan bahkan bakteri.[13][14]
Pada tahun 1673 ia mulai mengirimkan
surat yang memerinci kegiatannya
kepada Royal Society, perkumpulan ilmiah
Inggris, yang lalu menerbitkannya. Pada
salah satu suratnya, Leeuwenhoek
menggambarkan sesuatu yang bergerak-
gerak di dalam air liur yang diamatinya di
bawah mikroskop. Ia menyebutnya
diertjen atau dierken ( bahasa Belanda:
'hewan kecil', diterjemahkan sebagai
animalcule dalam bahasa Inggris oleh
Royal Society), yang diyakini sebagai
bakteri oleh ilmuwan modern.[10][15]
Pada tahun 1675–1679, ilmuwan Italia
Marcello Malpighi menjabarkan unit
penyusun tumbuhan yang ia sebut utricle
('kantong kecil'). Menurut
pengamatannya, setiap rongga tersebut
berisi cairan dan dikelilingi oleh dinding
yang kokoh. Nehemiah Grew dari Inggris
juga menjabarkan sel tumbuhan dalam
tulisannya yang diterbitkan pada tahun
1682, dan ia berhasil mengamati banyak
struktur hijau kecil di dalam sel-sel daun
tumbuhan, yaitu kloroplas.[10][16]
Teori sel
Beberapa ilmuwan pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19 telah berspekulasi atau
mengamati bahwa tumbuhan dan hewan
tersusun atas sel,[17] namun hal tersebut
masih diperdebatkan pada saat itu.[16]
Pada tahun 1838, ahli botani Jerman
Matthias Jakob Schleiden menyatakan
bahwa semua tumbuhan terdiri atas sel
dan bahwa semua aspek fungsi tubuh
tumbuhan pada dasarnya merupakan
manifestasi aktivitas sel.[18] Ia juga
menyatakan pentingnya nukleus (yang
ditemukan Robert Brown pada tahun
1831) dalam fungsi dan pembentukan sel,
namun ia salah mengira bahwa sel
terbentuk dari nukleus.[16][19] Pada
tahun 1839, Theodor Schwann, yang
setelah berdiskusi dengan Schleiden
menyadari bahwa ia pernah mengamati
nukleus sel hewan sebagaimana
Schleiden mengamatinya pada tumbuhan,
menyatakan bahwa semua bagian tubuh
hewan juga tersusun atas sel.
Menurutnya, prinsip universal
pembentukan berbagai bagian tubuh
semua organisme adalah pembentukan
sel.[18]
Yang kemudian memerinci teori sel
sebagaimana yang dikenal dalam bentuk
modern ialah Rudolf Virchow, seorang
ilmuwan Jerman lainnya. Pada mulanya ia
sependapat dengan Schleiden mengenai
pembentukan sel. Namun, pengamatan
mikroskopis atas berbagai proses
patologis membuatnya menyimpulkan hal
yang sama dengan yang telah
disimpulkan oleh Robert Remak dari
pengamatannya terhadap sel darah
merah dan embrio, yaitu bahwa sel
berasal dari sel lain melalui pembelahan
sel. Pada tahun 1855, Virchow
menerbitkan makalahnya yang memuat
motonya yang terkenal, omnis cellula e
cellula (semua sel berasal dari sel).[20][21]
Perkembangan biologi sel
Antara tahun 1875 dan 1895, terjadi
berbagai penemuan mengenai fenomena
seluler dasar, seperti mitosis, meiosis, dan
fertilisasi, serta berbagai organel penting,
seperti mitokondria, kloroplas, dan badan
Golgi.[22] Lahirlah bidang yang
mempelajari sel, yang saat itu disebut
sitologi.
Perkembangan teknik baru, terutama
fraksinasi sel dan mikroskopi elektron,
memungkinkan sitologi dan biokimia
melahirkan bidang baru yang disebut
biologi sel.[23] Pada tahun 1960,
perhimpunan ilmiah American Society for
Cell Biology didirikan di New York,
Amerika Serikat, dan tidak lama
setelahnya, jurnal ilmiah Journal of
Biochemical and Biophysical Cytology
berganti nama menjadi Journal of Cell
Biology.[24] Pada akhir dekade 1960-an,
biologi sel telah menjadi suatu disiplin
ilmu yang mapan, dengan perhimpunan
dan publikasi ilmiahnya sendiri serta
memiliki misi mengungkapkan
mekanisme fungsi organel sel.[25]
Struktur
Semua sel dibatasi oleh suatu membran
yang disebut membran plasma,
sementara daerah di dalam sel disebut
sitoplasma.[26] Setiap sel, pada tahap
tertentu dalam hidupnya, mengandung
DNA sebagai materi yang dapat
diwariskan dan mengarahkan aktivitas sel
tersebut.[27] Selain itu, semua sel memiliki
struktur yang disebut ribosom yang
berfungsi dalam pembuatan protein yang
akan digunakan sebagai katalis pada
berbagai reaksi kimia dalam sel tersebut.
[5]
Setiap organisme tersusun atas salah satu
dari dua jenis sel yang secara struktur
berbeda: sel prokariotik atau sel
eukariotik. Kedua jenis sel ini dibedakan
berdasarkan posisi DNA di dalam sel;
sebagian besar DNA pada eukariota
terselubung membran organel yang
disebut nukleus atau inti sel, sedangkan
prokariota tidak memiliki nukleus. Hanya
bakteri dan arkea yang memiliki sel
prokariotik, sementara protista,
tumbuhan, jamur, dan hewan memiliki sel
eukariotik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar